kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Pelaku Usaha dan Konsumen Berharap, Komdigi Dapat Menyehatkan Industri Telekomunikasi


Sabtu, 01 Februari 2025 / 11:50 WIB
Pelaku Usaha dan Konsumen Berharap, Komdigi Dapat Menyehatkan Industri Telekomunikasi
ILUSTRASI. ilustrasi menara Base Transceiver Station (BTS) untuk seluler atau selular di Jakarta (11/9). KONTAN/Daniel Prabowo/11/09/2007


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berupaya menjalankan tugasnya. Seperti memastikan reformasi birokrasi, pemberantasan judi online, menyediakan infrastruktur digital bagi masyarakat dan pengembangan talenta kecerdasan buatan (AI) yang kompetitif.

Agung Harsoyo, dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB berharap, Menteri Komdigi, Meutya Viada Hafid dapat menyelesaikan permasalahan fundamental yang belum selesai.  Masalah tersebut adalah penyehatan industri telekomunikasi.

Pemangku kepentingan industri telekomunikasi yang tergabung dalam ATSI, Mastel, APJII, Apjatel, Askalsi, Aspimtel dan ASSI telah memberikan masukan kepada Kementerian Komdigi untuk melakukan penyehatan industri telekomunikasi. Namun hingga saat ini usulan tersebut belum mendapatkan respons positif dari Komdigi.

Baca Juga: Operator Seluler Belum Minat Frekuensi 700 MHz untuk 5G, Ini Kata Menkominfo

Agung berharap, Kementerian Komdigi memberikan terobosan dan bisa memutuskan insentif bagi industri telekomunikasi. Minimal Komdigi dapat segera menentukan harga izin penggunaan spektrum frekuensi radio (IPFR) yang affordable bagi industri. "Tujuannya agar industri telekomunikasi kembali sehat dan bisa memberikan layanan telekomunikasi dan harga yang terjangkau bagi masyarakat," ujar Agung, dalam keterangannya, Sabtu (1/2). 

Masalah fundamental lain yang belum terselesaikan adalah lelang frekuensi. Saat ini frekuensi yang sudah siap dan belum dilelang Komdigi antara lain frekuensi 700 MHz yang dulu digunakan siaran tv analog terestrial dan kemudian akan dialokasikan untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler.

Lelang frekuensi akan menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Agar PNBP segera diterima oleh negara, Agung mengharapkan Komdigi segera melelang frekuensi 700 MHz. Mengingat jenis pita tersebut sangat bermanfaat untuk menambah coverage dan meningkatkan kualitas jaringan internet 4G atau 5G.

Agung menyarankan, Komdigi dapat melelang frekuensi 700 MHz terlebih dahulu dari pada frekuensi 1,4 GHz yang sekarang sedang dikonsultasi publikkan. Proses seleksi dilakukan secara terbuka, transparan dan dapat diikuti oleh seluruh penyelenggara sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Komdigi

Pertimbangan harus memprioritaskan lelang frekuensi 700 MHz, kata Agung, karena Komdigi pernah menerbitkan Peraturan Menteri (PM) 10 tahun 2023 tentang lelang frekuensi 700 MHz dan 26 Ghz. Hingga saat ini lelang frekuensi 700 MHz dan 26 Ghz belum dilakukan. Selain itu dari sisi ekosistem, frekuensi 700 MHz dan 26 Ghz sudah mature ketimbang 1.4GHz. Agung memperkirakan ekosistem 1.4GHz baru akan mature tahun depan.

Baca Juga: Bisnis Jaringan 5G Belum Menguntungkan, Telkom: Penetrasi Ponselnya Masih Mini

“Jika Komdigi tak segera melelang frekuensi tersebut, pemerintah berpotensi kehilangan potensi peningkatan digital dividen yang besar dari pemanfaatan frekuensi 700 MHz dan 26 GHz dalam mendukung peningkatan layanan digital bagi masyarakat. Dengan memprioritaskan lelang frekuensi 700Mhz, selain mengoptimalkan tambahan PNBP, Komdigi mampu mengutilisasi frekuensi 700Mhz untuk layanan 4G/5G di wilayah rural,” papar Agung.

Indonesia punya pengalaman frekuensi dikuasai operator telekomunikasi yang kurang mendukung program pemerintah. Yaitu pada saat pengalokasian 2,3 GHz untuk penyelenggaraan broadband wireless access (BWA) tahun 2009.

Satu per satu penyelenggara yang menang seleksi tidak dapat beroperasi. Akhirnya pita frekuensi mereka dicabut dan  dikembalikan ke negara. Sehingga secara langsung menimbulkan kerugian bagi negara. Ini kerugian bagi masyarakat. Jika frekuensi tersebut dapat dimanfaatkan optimal,  negara akan mendapatkan pajak dan PNBP, layanan broadband  untuk mendukung pertumbuhan internet dan ekonomi digital masyarakat.

Pengalokasian spektrum frekuensi radio harus tepat guna dan tepat sasaran agar sektor telekomunikasi dan digital. Sehingga dapat menjadi enabler pertumbuhan ekonomi nasional secara menyeluruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×