Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengungkapkan kekhawatiran atas dampak pelemahan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur terhadap serapan tenaga kerja di Indonesia.
Asal tahu saja, Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI) memberikan sinyal adanya perlambatan kinerja pada sektor tesktil dan furnitur pada kuartal I-2025 maupun kuartal II-2025.
Menurutnya, pelemahan sektor manufaktur, terutama industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki, memperbesar potensi pengangguran, khususnya di kelompok usia muda 15-24 tahun yang diproyeksikan menyentuh angka 20% pada 2025, naik dari 17% tahun sebelumnya.
Bhima menekankan, penurunan permintaan domestik akibat menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah menjadi salah satu penyebab utama lemahnya industri tekstil dan alas kaki.
"Kelas menengah banyak kehilangan pekerjaan, pendapatan yang bisa dibelanjakan menurun, tunjangan dan bonus berkurang. Produk seperti pakaian jadi dan alas kaki kini dianggap sebagai barang tersier," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (29/4).
Baca Juga: Investasi Hilirisasi Tembus 29,3%, Tertinggi dalam 3 Tahun Terakhir
Tak hanya itu, pengurangan bantuan sosial kepada 40% kelompok masyarakat termiskin turut memperlemah konsumsi dalam negeri. Sementara itu, peningkatan impor dari Tiongkok dan Vietnam, yang dipicu oleh relaksasi perizinan dalam Permendag No. 8 Tahun 2024, semakin menekan industri lokal.
Tekanan lain datang dari biaya produksi yang terus meningkat dan suku bunga tinggi yang membuat beban pinjaman semakin berat. Rendahnya investasi dalam mesin berteknologi tinggi di sektor tekstil dan alas kaki juga menjadikan industri ini tertinggal dalam hal produktivitas dan daya saing global.
Bhima menilai, untuk membalikkan tren ini, pemerintah harus fokus pada penciptaan lapangan kerja baru, khususnya di sektor berbasis hilirisasi komoditas seperti industri besi baja ramah lingkungan dan komponen energi terbarukan yang menurut studi Celios berpotensi menyerap hingga 96 juta tenaga kerja dalam 15 tahun ke depan.
Sektor pertanian, perikanan, serta industri farmasi bahan baku obat juga disebut sebagai sektor dengan potensi besar menyerap tenaga kerja, terlebih industri farmasi mendapatkan keistimewaan dari pengecualian tarif resiprokal AS.
"Selain memperkuat sektor padat karya dan hilirisasi, perlu ada langkah konkret dari pemerintah untuk menurunkan suku bunga kredit investasi serta meninjau ulang efisiensi anggaran yang terlalu ketat. Ini berdampak langsung pada permintaan barang industri di daerah," tambah Bhima.
Ia juga menekankan pentingnya revisi terhadap Permendag 8/2024. "Di tengah tren perang dagang global, jika kita tidak melindungi pasar domestik, banjir impor akan semakin memperburuk kondisi industri dalam negeri," pungkasnya.
Baca Juga: 10 Negara Paling Royal Investasi di Indonesia, Siapa Saja?
Selanjutnya: Cek Biaya Balik Nama Mobil, Panduan, dan Syarat untuk Pemilik Baru Kendaraan
Menarik Dibaca: Kota Jogja dan Sekitarnya Kompak Cerah, Besok (30/4)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News