Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah agaknya mulai gerah dengan membanjirnya telepon seluler alias ponsel impor, terutama dari China. Umumnya, ponsel China tak memiliki gerai dan bengkel resmi di Indonesia. Sebagian ponsel-ponsel itu juga berkualitas buruk sehingga merugikan konsumen.
Untuk mengatasinya, pemerintah akan merilis peraturan baru yang lebih memperketat peredaran ponsel. Bentuknya berupa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).
Departemen Perdagangan (Depdag) akan segera membahas peraturan itu. "Bulan ini draf sudah mulai dibahas, targetnya tahun ini kelar dan sudah menjadi Permendag," kata Kepala Pusat Standardisasi Departemen Perdagangan, Frida Adiati, Rabu (4/2).
Sebetulnya, pemerintah sudah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Pelayanan Purna Jual Telepon Genggam pada 2008. Tujuannya untuk melindungi konsumen. Namun, di lapangan peraturan itu tak jalan. Maka, pemerintah akan menguatkan SNI itu dalam bentuk Permendag, sehingga lebih mengikat secara hukum.
Dalam ketentuan yang baru, pemerintah mengharuskan setiap ponsel baru mesti memenuhi kualifikasi pelayanan sesuai standar nasional Indonesia (SNI) yang telah terbit 2008 itu. Pemerintah juga mewajibkan produsen ponsel memilik gerai dan bengkel resmi di Indonesia.
Selain itu, pemerintah akan melarang toko alias distributor memberi garansi toko. Jadi, semua garansi harus langsung dari pabrik. "Peraturan itu berlaku untuk ponsel keluaran terbaru. Produsen lama yang sudah punya gerai dan bengkel resmi, tidak perlu," ucap Frida.
Namun, Ketua Umum Asosiasi Service Elektromekanik Indonesia (ASEI) Deddy Rachmat pesimistis. Ia tak yakin Permendag itu bisa efektif. Soalnya, peredaran ponsel impor asal China sudah tak bisa terbendung lagi. Selama ini, ada 10 merek baru yang masuk setiap bulan dan bisa terus bertambah.
Harga ponsel China umumnya lebih rendah ketimbang ponsel lainnya. "Padahal belum tentu bagus dan bisa tahan lama," ujar Deddy. Celakanya, pembeli Indonesia lebih memilih produk berharga miring meski kualitasnya meragukan ketimbang berharga sedikit mahal tapi berkualitas. "Jika tak ditertibkan, konsumen bisa terancam," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News