kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,64   -7,73   -0.78%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penambang kecil dan menengah dirugikan oleh transaksi nikel dengan harga di bawah HPM


Jumat, 25 September 2020 / 17:25 WIB
Penambang kecil dan menengah dirugikan oleh transaksi nikel dengan harga di bawah HPM
ILUSTRASI. Nikel. REUTERS/Yusuf Ahmad/File Photo


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah tata niaga nikel di Indonesia belum kunjung usai. Hal ini setelah adanya kabar bahwa penambang nikel masih menjual bijih nikel ke pemilik smelter dengan harga yang di bawah Harga Patokan Mineral (HPM).

Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno angkat bicara mengenai masalah tersebut. Menurutnya, hal itu jelas akan merugikan para penambang dari sisi finansial karena biaya produksi menjadi kurang lebih sama dengan harga jual, atau bahkan lebih rendah.

Sejauh ini, penambang nikel yang terpaksa menjual produk bijih nikelnya dengan harga di bawah HPM adalah para penambang kecil sampai menengah. Di sisi lain, pengusaha atau penambang besar umumnya memiliki smelter sendiri sehingga relatif terhindar dari praktik demikian.

Posisi para pengusaha tambang nikel kecil dan menengah ini memang serba sulit lantaran tidak mampu membuat smelter. “Memang pernah diusulkan agar para penambang kecil ini disatukan atau merger, tapi karena ada perbedaan kepentingan dan harapan, maka sangat sukar dilakukan,” ungkap Djoko, Jumat (25/9).

Baca Juga: Antam Mengintip Peluang Menggarap Blok Wabu Eks Lahan Freeport

Kondisi tersebut menimbulkan kecenderungan penambang nikel kecil terpaksa menuruti kemauan pemilik modal, dalam hal ini adalah pemilik smelter, sehingga mereka menjual bijih nikel dengan harga yang murah.

Bukan hal yang mengejutkan pula apabila para penambang nikel terpaksa menjual hasil tambangnya dengan murah kepada para tengkulak yang tak lain adalah kaki tangan pemilik modal atau smelter.

Sebenarnya pemerintah melalui Kemenko Maritim dan Investasi belum lama ini membentuk Tim Pengawas HPM untuk mencegah dan menanggulangi transaksi bijih nikel dengan harga di bawah HPM yang berlaku. Namun, efektivitas dan kinerja tim tersebut masih diragukan.

“Pengawasan memang ada, tapi apakah mampu melakukan law enforcement. Karena selama ini penegakan hukum kerap tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah,” ujar Djoko.

Dia pun menyarakan kepada pemerintah untuk segera membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menggantikan Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2020 tentang Taat Cara Penetapan Harga Patokan Mineral Logam dan Batubara. Hal ini supaya tercipta aturan dengan sanksi hukum yang jelas dan tegas kepada pelanggar HPM.

Selanjutnya: Hilirisasi akan jadi kunci optimalisasi pemanfaatan hasil tambang minerba

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×