kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengembangan EBT kepentok kondisi PLN


Kamis, 04 Maret 2021 / 06:41 WIB
Pengembangan EBT kepentok kondisi PLN
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih tersendatnya pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air dinilai tidak sebatas pada masalah biaya dan waktu perizinan. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebut kendalanya selalu berujung pada kondisi Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Sulit (kembangkan EBT) karena PLN, mereka over capacity, reserved margin di atas 55% sementara permintaan listrik turun. Bahkan hanya tumbuh separuh dari proyeksi rencana lima tahun lalu yang diprediksi tumbuh 7%-8%, tapi sekarang rata-rata hanya 4,5%. Jadi semua bergantung pada PLN," jelas Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (3/3).

Dia juga menambahkan, persepsi yang berkembang saat ini adalah kalau PLN menambah EBT, artinya akan menambah kapasitas atau pasokan lagi.

Fabby juga mencontohkan, jika suatu perusahaan swasta ingin menjual produksi listriknya pada PLN, belum ada jaminan produksi tersebut akan dibeli. Mengingat, kondisi PLN sendiri masih berlimpah pasokan, di tengah tren penurunan permintaan.

"Akhirnya pengembangan EBT kepentok dengan kondisi PLN, saat PLN tidak bisa jual listrik terjadilah perlambatan (pengembangan EBT)," tegasnya.

Baca Juga: Biaya pembangkit EBT masih kalah kompetitif, begini tanggapan pelaku usaha

Kunci lain yang dianggap cukup manjur untuk mendorong pengembangan EBT menurut Fabby adalah, menggeser subsidi pemerintah dari subsidi biodiesel menjadi subsidi EBT.

Selama ini tarif PLN cenderung dikendalikan lewat subsidi pemerintah, padahal jika tarifnya disesuaikan dengan inflasi dan perubahan energi primer maka akan berada di kisaran Rp 1.600 per KWh hingga Rp 1.800 per KWh.

Sementara itu, tahun lalu pemerintah menggelontorkan subsidi listrik sektar Rp 79 triliun. Jika tanpa subsidi, sudah seharusnya tarif listrik PLN lebih tinggi 30% dibandingkan tarif listrik saat ini.

Sebagai informasi, Tarif listrik pelanggan non subsidi periode Januari-Maret 2021, untuk pelanggan Tegangan Rendah (TR) seperti pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 s.d. 5.500 VA, 6.600 VA ke atas, pelanggan bisnis dengan daya 6.600 s.d. 200 kVA, pelanggan pemerintah dengan daya 6.600 s.d. 200 kVA, dan penerangan jalan umum, tarifnya tidak naik atau tetap sebesar Rp 1.444,70/kWh.

Sedangkan khusus untuk pelanggan rumah tangga 900 VA-RTM, tarifnya tidak naik atau tetap sebesar Rp 1.352/kWh. Pelanggan Tegangan Menengah (TM) seperti pelanggan bisnis, industri, pemerintah dengan daya >200 kVA, dan layanan khusus, besaran tarifnya tetap sebesar Rp 1.114,74/kWh.




TERBARU

[X]
×