Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tahun 2018 tampaknya menjadi tahun yang manis bagi pelaku usaha bir di tanah air. Sebab pasca pelarangan penjualan bir di ritel kecil lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 menekan pertumbuhan industri ini.
Menurut Erwin Ruffin, Marketing Manager PT Bali Hai Brewey Indonesia (BHBI) sejak Permendag tersebut berlaku, hampir seluruh industri bir lokal mengalami penurunan penjualan. Ia mengutip data dari Euromonitor, sejak peraturan tersebut berlaku pertumbuhan industri ini turun hingga 30%.
Namun di 2018 ini menurut riset tersebut, pasar mulai membaik dengan kenaikan sekitar 7,5% dibandingkan penjualan industri bir di 2014 lalu. Pada tahun sebelum permendag diberlakukan industri bir bertumbuh positif, dengan adanya kenaikan di tahun ini mengisyaratkan prospek permintaan bir di tanah air.
"Kami memang dibatasi, namun kami tetap encourage konsumen agar dapat drink with responsible (minum dengan bertanggungjawab)," ujat Erwin saat peluncuran produk terbaru Bali Hai, Panther Black Beer, Selasa (4/12).
Salah satu faktor pendorong konsumsi bir di tingkat nasional, menurut Erwin tak lepas dari menjamurnya cafe dan restoran. "Bir merupakan produk life style, dengan banyaknya bermunculan beer garden, cafe dan restoran di kota-kota mampu meningkatkan konsumsi bir ini," urainya.
Tahun ini saja diperkirakan produksi bir telah mencapai 2,5 juta hekto liter. Pabrikan Bali Hai diketahui memiliki kapasitas produksi mencapai 500.000 hekto liter per tahunnya.
Dengan bahan baku malt dan hobs yang didapat dari impor, tentu saja industri ini terpapar oleh fluktuasi kurs. Mengenai hal ini Erwin mengaku perseroan terus menerapkan efisiensi di segala lini.
"Kami menahan harga sampai saat ini," katanya. Bali Hai mengaku belum melakukan penyesuaian harga pasca pelemahan rupiah tersebut, dan tampaknya kompetitor lain pun demikian.
Sementara itu bagi PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) pertumbuhan ekonomi, khususnya di kelas menengah yang membesar menurut Ronny Titiheruw, Direktur Pemasaran DLTA menjadi peluang agar konsumsi bir di dalam negeri dapat bertumbuh. Khusus di musim liburan di akhir tahun, DLTA melihat ada peluang untuk semakin bertumbuh khususnya pertumbuhan di area pariwisata bakal mendorong bisnisnya.
"Di November dan Desember tentu akan meningkatkan pasar bir karena musim liburan dan jumlah turis yang akan meningkat," kata Ronny. Adapun pabrik DLTA memiliki kapasitas terpasang kisaran 1,1 hektoliter per tahunnya.
Sampai kuartal tiga tahun 2018, perseroan mencatatkan pendapatan Rp 627 miliar atau naik 15% year on year (yoy). Mayoritas penjualan didominasi oleh pasar domestik, dimana pendapatan kotor dari pasar lokal naik 16% yoy menjadi Rp 703 miliar.
Adapun bagi PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) memang masih bertumpu pada produk minuman beralkohol berupa bir. Namun, perlahan manajemen Multi Bintang ingin porsi penjualan produk non bir menguat.
Hal ini adalah upaya mereka untuk mengail potensi pertumbuhan bisnis yang lebih besar. "Strategi kami namanya beyond bir, artinya bir tetap akan menjadi tulang punggung kami, tetapi kami juga akan merambah yang non bir," ungkap Manorsa Tambunan, Public and Regulatory Affairs Manager Multi Bintang Indonesia.
Meski tengah melecut penjualan minuman non alkohol, Multi Bintang tak meninggalkan bisnis utama. Untuk penjualan produk itu, mereka mengandalkan jalur pemasaran restoran, kafe, hotel dan bar. Untuk kapasitas produksi, pabrikan MLBI memiliki kemampuan 1 juta hekto liter bir per tahunnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News