Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menerbitkan surat keputusan (SK) yang memuat nama-nama perusahaan tambang mineral dan batubara yang tidak mengantongi izin di bidang kehutanan.
Dalam lampiran SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 terdapat 890 perusahaan menjadi sasaran Kementerian LHK terkait operasional usaha tanpa izin di kawasan hutan.
Dari ke-36 perusahaan yang namanya tertulis dalam lampiran SK tersebut, empat di antaranya merupakan perusahaan BUMN yang melakukan kegiatan penambangan mineral dan batubara (minerba).
Melansir lampiran SK tersebut, ada tiga wilayah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang disebut kegiatan usahanya telah terbangun di dalam kawasan hutan tetapi tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan tahap XI.
Salah satunya konsesi lahan Antam di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara di kawasan Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 498,37 hektare.
Baca Juga: Perhapi: Bukit Asam (PTBA) Tidak Ada Masalah Dengan Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan
Tidak hanya Antam, konsesi lahan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Muaraenim, Lahat, Sumatra Selatan seluas 6,95 hektare juga disebut tidak memiliki izin di bidang kehutanan.
Sekretaris Perusahaan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Resvani menyatakan, perihal adanya sejumlah BUMN yang disebut tidak memiliki izin mengelola kawasan hutan dinilai tidak masuk akal. Pasalnya, perusahaan pelat merah yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini tidak mungkin berani melakukan pelanggaran seperti ini.
“Saya tidak yakin mereka tidak mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), tentu tidak ada kepentingan untuk melakukan itu. Malahan kalau tidak ada izin tersebut mereka akan rugi,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Selasa (20/6).
Resvani menduga, bisa jadi pihak perusahaan sudah mengurus IPPKH hanya saja izin tersebut belum terbit. Sekjen Perhapi juga menyoroti data yang disajikan oleh KLHK harus dilihat kasus per-kasus. Alasannya, masalah masing-masing perusahaan tentu berbeda.
Baca Juga: Perdagangan Karbon Melalui Bursa
Dia memberikan gambaran, bisa jadi ada pihak lain seperti penambang tanpa izin (PETI) alis penambang ilegal melakukan aktivitas di wilayah yang dekat dengan kosesi lahan suatu perusahaan. Akhirnya, lahan yang tidak mengantongi izin tersebut diklaim sebagai pelanggaran pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Padahal, bisa jadi bukan IUP yang melakukannya.
Kasus lain yang pernah terjadi, di suatu wilayah yang telah ditetapkan sebagai hutan produksi, tiba-tiba ada perubahan tata ruangnya pada sebagian wilayah menjadi kawasan hutan lindung. Lantas perusahaan tambang yang sudah beroperasi di sana, dikatakan melanggar aturan karena sebagian lahannya masuk di kawasan hutan lindung.
Ketika Kontan mencoba mengonfirmasi hal ini ke Antam dan Bukit Asam, hingga berita ini terbit manajemen perusahaan pelat merah tersebut belum menjawab.
Baca Juga: Waspada, BNPB Peringatkan Potensi Tejadinya Bencana Akibat Perubahan Iklim
Resvani berpesan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang adil bagi pelaku tambang yang sejalan dengan kepentingan negara. Salah satu caranya dengan memberikan kemudahan dalam perizinan khususnya dalam kepengurusan IPPKH.
Dia mengakui selama ini mengurus izin penggunaan kawasan hutan melewati proses yang rumit dan waktu yang lama.
“Atas dasar kesadaran negara untuk mengidentifikasi sumber daya alam (SDA) untuk kepentingan negara, maka sudah semestinya tidak lagi berpikir sektoral. Artinya, suatu area izin sudah diberikan, maka izin yang lain harusnya mengikuti. Itu kan semangat UU Cipta Kerja,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News