Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PMI Manufaktur Indonesia masih konsisten di zona kontraksi dalam empat bulan terakhir. Ini tercermin dari lesunya kinerja perusahaan-perusahaan tekstil domestik selama paruh pertama 2025.
Indeks PMI Manufaktur Indonesia dari lembaga rating S&P Global pada bulan Juli 2025 berada di level 49,1, naik dari posisi 46,9 pada bulan Juni. Namun begitu, posisi saat ini masih berada di bawa zona netral 50.
Sebelumnya, pada bulan Januari indeks PMI Manufaktur Indonesia berada di level 51,9. Meski sempat meningkat pada bulan Februari ke level 53,6, posisinya mulai turun ke 52,4 pada bulan Maret. Penurunan berlanjut pada bulan April ke 46,7, resmi memasuki zona kontraksi.
Pun pada bulan Mei posisinya masih berada di zona kontraksi meski meningkat ke 47,4. Pada bulan Juni, posisi kembali turun ke 48,9. Dus selama semester I-2025, PMI Manufaktur Indonesia cenderung fluktuatif, mencerminkan ketidakstabilan iklim usaha domestik.
Baca Juga: Mengapa PMI Manufaktur Indonesia Tak Kunjung Ekspansi? Ini Analisis Ekonom INDEF
Memasuki semester II-2025, Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti menyebut perekonomian sektor manufaktur Indonesia belum pulih. Terjadi penurunan output dan permintaan baru, dari domestik dan pasar ekspor, yang berlanjut ke awal kuartal III-2025 sejak bulan Juni lalu.
“Pelaku usaha semakin tidak percaya diri menghadapi tahun mendatang, khawatir tentang tarif tambahan Amerika Serikat (AS) dan penurunan daya beli yang mungkin membatasi volume pada tahun mendatang,” ungkap Usamah dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).
Kelesuan ini turut dirasakan oleh industri tekstil. Selamat semester I-2025, tiga emiten tekstil besar, PT Pan Brothers Tbk. (PBRX), PT Indo-rama Synthetics Tbk. (INDR), dan PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY) kompak mencatatkan penurunan pendapatan.
Selama enam bulan pertama tahun ini, nilai penjualan PRBX turun 24,46% secara tahunan (YoY) menjadi US$ 120,11 juta. Dalam laporan keuangannya, terlihat penjualan ekspor dan lokal serempak turun, dengan penjualan ekspor turun 21,12% secara YoY menjadi US$ 106,46 juta dan penjualan lokal turun 43,36% secara YoY menjadi US$ 13,70 juta.
Baca Juga: PMI Manufaktur Juli Naik, Kemenperin Beberkan Sentimen Positif Pendorongnya
Tak jauh berbeda, pendapatan INDR juga turun 11,55% secara YoY menjadi US$ 366,63 juta dengan penjualan ekspor dan impor yang juga kompak turun. Namun, penurunan penjualan impor lebih kecil, yakni 3,59% secara YoY menjadi US$ 194,91 juta, sementara penjualan ekspor turun 19,13% menjadi US$ 171,72 juta.
Nah, POLY malah mencatatkan kinerja lebih buruk lagi, dengan pendapatan yang ambles 81,17% secara YoY menjadi US$ 21,90 juta. Tak heran, penjualan ekspornya turun 53,88% secara YoY menjadi US$ 7,79 juta dan penjualan lokalnya turun 86,80% secara YoY menjadi US$ 14,11 juta.
Dalam laporan S&P Global memang disebutkan penurunan pasar sebagian besar diatasi pengusaha dengan meluncurkan proyek baru. Namun, permintaan asing atas barang produksi Indonesia sendiri masih turun ke wilayah kontraksi.
“Permintaan ekspor baru kembali menurun, sementara perusahaan sedang dalam mode retrenchment yang ditandai dengan penurunan karyawan dan pembelian,” kata Usamah.
Selanjutnya: 4 Zodiak yang Paling Cocok dengan Leo, Couple Goals Banget!
Menarik Dibaca: 4 Zodiak yang Paling Cocok dengan Leo, Couple Goals Banget!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News