kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produsen batubara terbesar KPC dan Arutmin Indonesia masih punya cadangan melimpah


Senin, 15 Juni 2020 / 15:34 WIB
Produsen batubara terbesar KPC dan Arutmin Indonesia masih punya cadangan melimpah
ILUSTRASI. Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Sabtu (13/6/2020). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi produksi batu bara hingga Mei 2020 mencapai 228 juta ton, at


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) siap menyambut perpanjangan izin dan perubahan status dari pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Arutmin dan KPC telah mengajukan perpanjangan izin dan perubahan statusnya kepada pemerintah melalui Kementerian ESDM. Asal tahu saja, kedua anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) itu merupakan produsen batubara terbesar di Indonesia.

Kontrak Arutmin Indonesia akan berakhir lebih dulu, yakni pada 1 November 2020 mendatang. Sedangkan kontrak KPC akan berakhir pada 31 Desember 2021. Jika tak ada aral melintang, PKP2B Arutmin dan KPC bisa berubah menjadi IUPK, sehingga keduanya bisa kembali menggarap lahan tambang batubara setidaknya hingga 20 tahun mendatang.

Baca Juga: Pintu Mal Dibuka, Aktivitas Ekonomi Dimulai

Hal itu tentu menguntungkan bagi Grup Bakrie tersebut. Pasalnya, tingkat cadangan maupun sumber daya batubara di lahan tambang KPC dan Arutmin masih melimpah.

Merujuk data dari Joint Ore Reserves Commite (JORC) Maret 2018, cadangan batubara Arutmin mencapai 213 juta ton dan memiliki sumber daya sebesar1,66 miliar ton. Sementara KPC masih memiliki cadangan sebanyak 1,07 miliar ton dan sumber daya sebesar 6,9 miliar ton.

Produsen batubara terbesar

Berdasarkan data yang dihimpun Kontan.co.id, porsi produksi dari KPC dan Arutmin mencapai belasan persen dari realisasi produksi batubara nasional tahunan. Pada tahun 2018 misalnya, produksi keduanya mencapai 83,3 juta ton, atau 14,95% dari produksi batubara nasional yang saat itu mencapai 557 juta ton.

Sedangkan pada tahun lalu, produksi KPC dan Arutmin mencapai 86,3 juta ton atau setara dengan 14% realisasi batubara nasional yang sebesar 616 juta ton. Dari sisi produksi, Direktur dan Corporate Secretary BUMI DIleep Srivastava mengatakan, KPC lebih besar dari Arutmin.

"Perkiraannya, KPC dibandingkan produksi Arutmin 70:30," kata Dileep saat dihubungi Kontan.co.id, akhir pekan kemarin.

Produksi batubara dari KPC dan Arutmin berfluktuasi, namun selalu stabil di angka 80 juta ton atau lebih. Setidaknya sejak tahun 2015, produksi KPC dan Arutmin sebesar 80 juta ton. Lalu meroket setahun kemudian menjadi 86,5 juta ton. Pada tahun 2017 dan 2018, level produksi cukup stabil di angka 83,7 juta ton dan 83,3 juta ton.

Baca Juga: Polemik Tagihan Listrik, PLN Klaim Sudah Menuntaskan Sebagian Besar Aduan Konsumen

Pada tahun lalu, produksi keduanya mencapai 86,3 juta ton. Sementara pada tahun ini, BUMI menargetkan KPC dan Arutmin bisa memproduksi di rentang 85-90 juta ton. KPC konsisten menjadi perusahaan yang memproduksi batubara terbesar, sedangkan Arutmin konsisten berada di jajaran 10 besar produsen batubara terbanyak di tanah air.

Sebagai informasi, tambang Arutmin berlokasi di Satui, Senakin, Batulicin, dan Asam-asam, Kalimantan Selatan dengan luas mencapai 57.107 hektare (ha). Sedangkan tambang KPC berlokasi di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan luas wilayah mencapai 90.938 hektare (ha).

Histori Perizinan

Arutmin sudah mengajukan perpanjangan izin pada Oktober 2019, sedangkan KPC pada Maret 2020. Merujuk pada laporan tahunan BUMI 2019, Arutmin menandatangani PKP2B pada 2 November 1981, dan mulai beroperasi pada 2 November 1990, lalu berlanjut selama 30 tahun.

Pada 14 November 2017, Arutmin dan pemerintah menandatangani penyesuaian Coal Cooperation Agreement (CCA) sesuai ketentuan Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang berlaku saat itu. Arutmin mengajukan perpanjangan izin kepada Kementerian ESDM pada 24 Oktober 2019.

Sementara itu, KPC menandatangani PKP2B pada tahun 1982. Sepanjang 1982-1986 KPC melakukan kegiatan eksplorasi, dan pada 1989 melaksanakan kegiatan konstruksi dengan total investasi sebesar US$ 570 juta. KPC pun memulai kegiatan penambangan pada Juni 1990.

Baca Juga: Emiten Tambang Batubara Ditopang Revisi UU Minerba, Ini Saham yang Layak Dicermati

Manajemen BUMI memang belum bersedia membuka Rencana Kerja Seluruh Wilayah (RKSW) yang diajukan Arutmin maupun KPC, termasuk dengan permohonan luas wilayah yang diajukan secara formal kepada pemerintah. "Sisanya, menunggu keputusan resmi dari pemerintah," ungkap Dileep.

Namun, Dileep optimistis baik Arutmin maupun KPC bisa berubah status dari PKP2B menjadi IUPK sebagai kelanjutan kontrak, dengan mempertahankan luasan wilayah tambang.

"Kami optimistis. Kami berharap dapat menerima keputusan formal final dari pihak berwenang untuk keduanya," sebutnya.

Hal senada juga disampaikan oleh General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani. Dia mengklaim, persyaratan utama yang dibutuhkan untuk perpanjangan kontrak ini sudah dilengkapi Arutmin, sehingga bisa mendapatkan perpanjangan izin dengan luasan yang sama.

"Saat ini sedang dalam proses evaluasi di Ditjen Minerba terkait pemenuhan syarat-syarat. Sudah semua syarat utama, sekarang proses konfirmasi data-data pendukung. Kita berharap mendapatkan perpanjangan dengan luas wilayah sekarang. Tetapi itu tetap kewenangan pemerintah setelah melakukan evaluasi berbagai aspek," terang Ezra.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap permohonan yang diajukan oleh Arutmin. Evaluasi itu dilakukan oleh Tim Terpadu yang melibatkan wakil-wakil dari lintas kementerian/lembaga, serta akademisi.

Baca Juga: Tinjau target kinerja, Darma Henwa (DEWA) yakin kondisi bisnisnya tetap baik

Menurutnya, evaluasi yang terkait dengan aspek lingkungan dan administrasi dilakukan sesuai dengan peraturan yang suda ada saat ini. Sesuai ketentuan Pasal 112 B Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014, evaluasi perpanjangan operasi PKP2B meliputi pemenuhan kewajiban administrasi, teknis, lingkungan dan finansial.

"Pemenuhan kewajiban tersebut dengan mengutamakan kepentingan nasional dan peningkatan penerimaan negara," ujar Sujatmiko.

Sedangkan evaluasi yang terkait dengan peningkatan penerimaan negara akan dikerjakan berdasarkan peraturan turunan dari UU Minerba baru yang saat ini sedang disusun oleh pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×