kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.263.000   -4.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.658   20,00   0,12%
  • IDX 8.184   17,84   0,22%
  • KOMPAS100 1.144   4,60   0,40%
  • LQ45 837   0,23   0,03%
  • ISSI 284   -0,42   -0,15%
  • IDX30 441   0,53   0,12%
  • IDXHIDIV20 509   0,80   0,16%
  • IDX80 128   -0,10   -0,08%
  • IDXV30 138   -0,14   -0,10%
  • IDXQ30 140   -0,44   -0,31%

Proyek DME Dianggap Akan Naikkan Emisi, Target Net Zero Emmision Indonesia Terancam


Kamis, 30 Oktober 2025 / 21:20 WIB
Proyek DME Dianggap Akan Naikkan Emisi, Target Net Zero Emmision Indonesia Terancam
ILUSTRASI. Proyek hilirisasi gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) dinilai bertentangan dengan target untuk mencapai Net Zero Emmision (NZE).


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaksanaan proyek hilirisasi gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) tahun depan, dinilai justru bertentangan dengan target Indonesia untuk mencapai Net Zero Emmision (NZE) pada tahun 2060 mendatang.

Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, jika target pemerintah mengganti LPG dengan DME untuk menekan importasi, perlu dilihat juga emisi yang akan dihasilkan dari proses merubah batubara (padatan) menjadi gas.

"Jika perbandingannya adalah menekan importasi LPG, emisi yang dihasilkan dari gasifikasi bat, ,ubara 5 kali lipat dibandingkan LPG. Tentu saja dampak ini tak pernah dihitung sebelumnya, dan ini kelipatan kerugiannya," jelas dia kepada Kontan, Kamis (30/10/2025).

Baca Juga: RI Targetkan 6 Lokasi Gasifikasi Batubara, Danantara Undang Sektor Swasta Bergabung

Dia menambahkan, memang karbon yang diproduksi dari proses DME dapat ditangkap melalui teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon) atau CCUS, investasi untuk mengolah batubara menjadi DME berada pada angka di atas US$ 900 per ton.

"Harga DME kisaran US$ 911-986 per ton, ini dua kali lipat lebih mahal daripada LPG. Khawatir beban subsidi energi APBN justru makin berat, dibanding impor LPG," tambahnya.

Di sisi lain, Pengamat energi dari Energy Shift Institute, Putra Adhiguna menekankan meski merupakan produk hilirisasi, DME tidak bisa digolongkan sebagai sumber energi hijau atau green karena proses pembuatannya emisinya justru sangat tinggi.

"Proyek DME telah lama tersendat dan investor mundur karena keekonomiannya sangat berat, lebih mahal dari LPG. Kalau untuk menanggung subsidi LPG saja APBN sudah terpuruk, maka DME akan lebih berat lagi," kata dia.

Dari sisi barang jadi, Putra bilang meski sama-sama berbentu gas, penggunaan DME akan lebih boros karena kandungan energinya lebih rendah dari LPG.

"Masyarakat juga harus diberi pemahaman bahwa penggunaan DME akan lebih boros karena kandungan energinya lebih rendah dari LPG," ungkap dia.

Baca Juga: Kemenperin Targetkan Net Zero Emission Industri pada 2050, Begini Strateginya

Menurutnya, penunjukan PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  untuk melanjutkan proyek DME juga berpotensi memberi beban pada emiten plat merah tersebut.

"DPR harus mengawal mengenai transparansi anggaran jangan sampai beban triliunannya tersembunyi di BUMN seperti Pertamina atau lembaga lainnya," jelasnya.

Proyek DME, sejatinya bukan barang baru di Indonesia, proyek DME pertama Indonesia tadinya mau digarap PTBA dengan perusahaan gas industri dan kimia asal AS, Air Products & Chemicals Inc. (AIPC ).

Direktur Utama Arsal Ismail sebelumnya sempat mengatakan, sejak hengkang AIPC, emiten tersebut menjadi lebih berhati-hati dan enggan bila sekadar menjadi supplier di proyek tersebut.

"Kami akan menyampaikannya secara hati-hati. Kalau memang nantinya dari sisi manfaat DME banyak yang membutuhkan tentu kami harus berjalan," ungkap Arsal dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR beberapa waktu lalu.

Adapun, Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA Turino Yulianto mengungkapkan bahwa Perseroan telah melakukan berbagai persiapan, termasuk menyiapkan partner teknologi baru untuk mengerjakan proyek DME.

Salah satunya dengan mengunjungi pabrik-pabrik gasifikasi di China yang mengubah batubara menjadi produk kimia, termasuk DME, methanol, hingga polypropylene.

Di China, kata Turino, proyek gasifikasi menjadi zat kimia telah berjalan 20 tahun-30 tahun.

"Jadi teknologinya sudah berkembang dan mereka masih membesarkan kapasitas. Jadi mereka macam-macam. Satu produk dari batu bara bikinnya nggak hanya tunggal DME. Bikin ini, bikin ini. Ada satu pabrik yang punya 50 produk," ujar Turino, Senin (20/10/2025).

PTBA diketahui telah menjajaki sejumlah calon mitra baru proyek DME yang mayoritas berasal dari China, yaitu CNCEC, CCESCC, Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan ECEC. Dalam hal ini, hanya ECEC (East China Engineering Science and Technology Co.) yang berminat sebagai mitra investor.

Sayangnya, hingga saat ini kepastian partner untuk menggarap proyek hilirisasi batubara tersebut belum kunjung diumumkan. 

Selanjutnya: Sinar Mas Land dan Sumitomo Forestry Kembangkan Township Hijau di Cibubur

Menarik Dibaca: IHSG Berpeluang Lanjut Menguat, Simak Rekomendasi Saham MNC Sekuritas Jumat (31/10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×