Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Setelah melakukan penyelidikan sekitar satu tahun, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan menemukan adanya praktik dagang curang berupa dumping atas barang impor benang filament polyester berupa Partially Oriented Yarn-Drawn Textured Yarn (POY-DTY) asal China yang telah menyebabkan kerugian serius pada produsen dalam negeri.
Praktik dumping ini membuat realisasi investasi di sektor hulu tekstil menjadi tersendat.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyebut, realisasi investasi sebesar US$ 250 juta di sektor tekstil hulu masih menunggu kepastian penerapan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang kini tengah difinalisasi antar lementerian/lembaga (K/L) terkait
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, terdapat 4 perusahaan anggotanya terimbas atas praktik dumping ini. Satu perusahaan diantaranya tutup permanen, satu perusahaan tutup sementara dan dua lainnya hanya mengoperasikan 40% fasilitas produksinya.
“Jadi hasil temuan KADI ini memang menggambarkan kondisi riil di lapangan” beber Redma melalui keterangan tertulis, Senin (19/5).
Baca Juga: Efek Tarif Trump, Investasi US$ 250 Juta Berpotensi Mengalir Industri Tekstil
Berdasarkan keterangan APSyFI sebelumnya, 3 dari 4 perusahaan ini rencananya akan kembali menjalankan secara penuh lini produksinya. Ditambah satu perusahaan relokasi asal China akan berinvestasi mendirikan lini produksi polyester.
“Tapi reaktifasi 3 perusahaan dan 1 perusahaan baru dengan total investasi sekitar US$ 250 juta ini masih menunggu kepastian pemberlakuan BMAD,” tambah Redma.
Redma menyebutkan, dengan reaktifasi 3 perusahaan ini akan ada tambahan produksi POY sebesar 200.000 ton sehingga masih sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Jadi impor POY yang tahun lalu mencapai 140.000 ton, bisa kami pasok dari lokal, ini bagian dari substitusi impor” katanya.
Terkait adanya pihak yang menentang pengenaan BMAD ini, Redma menyatakan, selama ini memang ada pihak yang mendapatkan rente dari praktik importasi.
“Ini kan jelas dari KADI sudah bekerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 dan ketentuan-ketentuan di World Trade Organization (WTO) dan menemukan buti-bukti akurat praktik dumping, maka direkomendasikan BMAD untuk barang impor asal China. Dan ingat tambahan tarif ini hanya untuk barang impor asal China, kalau impor dari negara lain dengan skema RCEP masih 0%” imbuh Redma.
Baca Juga: Apsyfi: Efek Tarif Trump, Industri Hulu Tekstil Siap Investasi US$ 250 juta
Selanjutnya: Allianz Life & HSBC Rilis Produk Investasi Smartwealth Rupiah Multi Asset Income Fund
Menarik Dibaca: ASRI dan Unilever Bersiap Edukasi 200.000 Murid dan Guru soal Sustainability
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News