Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menyatakan depresiasi rupiah terhadap dollar Amerrika Serikat (AS) menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Terlebih lagi, keadaan global yang tak menentu saat ini membuat ketidakpastian nilai tukar hingga akhir tahun.
"Rupiah yang sudah menyentuh Rp 15.000/dollar challenging buat PLN sekarang, karena kami tidak tahu sampai akhir tahun akan berapa, kondisi juga semakin sulit," ungkap Direktur Perencanaan PLN Syofvi Felienty Roekman, Selasa (9/10).
Terlebih, nilai rupiah kini jauh dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PLN. "Kami ekspektasi di bawah Rp 15.000 sampai akhir tahun," tambah dia.
Dengan demikian, ia mengaku depresiasi rupiah ini menguras keuangan PLN dari sisi operasional ketimbang investasi. Meskipun, kebutuhan investasi PLN juga masih mengandalkan dollar AS.
Sebab, model investasi PLN itu 30% dari ekuitas dan 70% utang. "Nah 30% itu pakai rupiah untuk pembebasan lahan dan nyicil kontruksi," katanya.
Baru 70% diperuntukkan untuk equipment yang dibayar oleh tender. Sementara untuk operasional, kata Syofvi, PLN menggunakan dollar untuk bayar gas dan yang lainnya.
"Sehingga sebenarnya secara investasi, PLN tidak terpukul penguatan dollar walaupun yang kami bayar pakai dolar," tukasnya.
Secara prinsip ia mengaku, kebutuhan dolar AS PLN masih aman.
Sebab saat ini, PLN sudah melakukan hedging operasional untuk 3-6 bulan dan akan dilakukan terus menerus. Tapi, lanjut Syofvi, tidak menutup kemungkinan dengan keadaan rupiah saat ini PLN akan merugi di akhir tahun.
"Bisa jadi, tahun lalu saja kurs segitu kerugiannya segitu, Ada juga khawatir karena di RKAP kami tahun ini rupiah sekitar Rp 13.000-Rp 14.000, tapi sekarang Rp 15.000," tutup dia.
Sekadar tahu saja, pada semeser I-2018 PLN mencatat kerugian Rp 5,35 triliun. Padahal tahun lalu di periode yang sama PLN mencetak keuntungan Rp 2,02 triliun.
Tak hnaya penurunan kinerja PLN juga terlihat dari akhit tahun lalu yang hanya mencetak laba Rp 4,4 triliun atau lebih rendah 45,7% dari 2016 yang sebesar Rp 8,15 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News