Reporter: Barly Haliem | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Konsorsium PT Star Energy akhirnya menuntaskan akuisisi aset Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik Chevron Corp. Total nilai transaksinya sekitar US$ 2,3 miliar atau sekitar Rp 31,05 triliun (kurs US$ 1=Rp 13.500), dan tercatat sebagai nilai akuisisi terbesar di Asia Tenggara tahun ini.
Penuntasan transaksi ini berlangsung di Singapura. "Benar, kami sudah closing tanggal 31 Maret 2017 dengan Chevron untuk akuisisi PLTP Salak dan PLTP Darajat yang sebelumnya dioperasikan oleh Chevron di Indonesia," kata Rudy Suparman, Presiden Direktur Star Energy kepada KONTAN, Sabtu (31/3).
Di Indonesia, objek transaksinya adalah PLTP Salak berkapasitas 370 megawatt (MW) dan PLTP Derajat berkapasitas 240 MW. Sementara objek transaksi di Filipina berupa pengambil-alihan 40% saham aset panas bumi Tiwi-MakBan Filipina berkapasitas 326 MW. Jadi, total kapasitas PLTP dalam jual beli ini mencapai 740 MW.
Konsorsium Star Energy terdiri dari Star Energy Group Holdings, Star Energy Geothermal, AC Energy (Ayala Group) Filipina, dan EGCO dari Thailand. Grup Star Energy memiliki sekitar 68,31% saham konsorsium, AC Energy menguasai 19,3%, dan EGCO memiliki 11,89%. Pada 22 Desember 2016, konsorsium ini dan Chevron meneken share sale and purchase agreements (SPA) PLTP di Indonesia dan Filipina.
Star Energy saat ini mengoperasikan PLTP Wayang Windu I-III berkapasitas 287 MW. Pasca pembelian aset Chevron, total kapasitas listrik panas bumi kelolaan Star Energy sekitar 793 MW.
Penguasaan kapasitas itu bisa menempatkan Star Energy dalam daftar tiga besar pengelola PLTP terbesar dunia. Saat ini, Calpine Corp tercatat sebagai operator PLTP terbesar di dunia dengan produksi listrik panas bumi sebesar 945 MW. (simak ulasan lain di Harian KONTAN, edisi 3 April 2017).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News