Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri hulu tekstil kembali terpukul. Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) melaporkan lima pabrik produsen hulu tekstil resmi menghentikan operasional akibat penurunan produksi yang terus memburuk.
Imbasnya, sekitar 3.000 pekerja diperkirakan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekretaris Jenderal APSyFI, Farhan Aqil Syauqi, menyebut lima perusahaan tersebut meliputi PT Polychem Indonesia yang beroperasi di Karawang dan Tangerang, PT Asia Pacific Fibers di Karawang, PT Rayon Utama Makmur yang merupakan bagian dari Sritex Group, PT Panasia Indosyntec, serta PT Susilia Indah Synthetics Fiber Industries (Sulindafin) di Tangerang.
Baca Juga: Mafia Kuota Impor Dituding Jadi Penyebab Gelombang PHK di Industri Tekstil
Menurut Farhan, penutupan ini terjadi akibat kerugian besar yang dialami perusahaan karena penjualan di pasar domestik tidak bergerak. Produk impor dengan harga dumping, baik kain maupun benang, membuat produk lokal sulit bersaing.
Kondisi tersebut membuat sebagian pabrik lain kini hanya beroperasi di bawah 50% kapasitas, bahkan ada yang menerapkan sistem on-off.
“Lima mesin polimerisasi sudah berhenti total,” ujar Farhan dalam keterangan resmi, Jumat (28/11/2025).
Ia memperingatkan potensi penutupan pabrik tekstil lain pada 2026 jika pemerintah tidak segera mengendalikan arus impor dan membuka transparansi mengenai penerima kuota impor terbesar.
Data tersebut, kata Farhan, seharusnya mudah diakses pemerintah karena setiap barang impor tercatat dalam sistem bea cukai.
Baca Juga: Kadin DKI Jakarta: Tarif Trump Ancam PHK Massal di Sektor Tekstil dan Alas Kaki
“Ini tinggal menunggu action pemerintah. Jika tidak ada tindakan korektif, enam perusahaan lainnya bisa menyusul bangkrut karena tidak mampu menjual produknya di pasar domestik. Rencana produksi tahun depan juga tidak bisa ditentukan tanpa transparansi kuota impor. Deindustrialisasi benar-benar terjadi,” tegasnya.
Farhan juga mengapresiasi langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang berkomitmen menekan praktik impor ilegal. Ia menilai penyelidikan terhadap impor thrifting dapat membuka dugaan kecurangan dalam tata niaga impor.
“Dari impor thrifting itu bisa terlihat siapa importirnya hingga siapa backing-nya. Penegak hukum bisa menelusuri siapa yang menyebabkan kerugian negara. Kami meyakini ada birokrat yang terlibat dan keterafiliasian itu sudah matang,” kata Farhan.
Selanjutnya: Korban Jiwa Banjir & Longsor Sumut Jadi 55 Orang, 33 Hilang, Hubungi Hotline Berikut
Menarik Dibaca: 9 Daftar Promo Black Friday November 2025, Diskon Jumbo di Lotte Mall sampai Zalora
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













