Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perdagangan Budi Santoso menyambut baik peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045 yang diinisiasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas). Langkah strategis ini dinilai krusial untuk mengembalikan kejayaan rempah Nusantara dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Sebagai informasi, Peta Jalan Hilirisasi Rempah 2025-2045 diluncurkan Kementerian PPN/Bappenas pada Rabu, (10/12/2025). Komoditas yang disasar ialah pala, lada, cengkeh, kayu manis, vanili, dan temulawak.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso mengatakan, Kemendag yang berada di sektor hilir memiliki peran dan tugas untuk memasarkan. Namun, tantangan utama muncul ketika produk yang dipasarkan masih berupa bahan mentah atau komoditas tanpa nilai tambah.
“Saya merasa senang sekali ada program hilirisasi rempah karena sebenarnya ini juga membantu kita untuk pasarkan. Kita ingin rempah kita maju terus. Kementerian Perdagangan itu ada di hilir, tugasnya memasarkan. Tapi kalau yang dipasarkan masih barang mentah, ya susah kita,” ungkap Mendag pria yang akrab disapa Busan ini, seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (11/12/2025).
Baca Juga: Kemendag Dorong Efisiensi Melalui Simplifikasi Izin Usaha dan Rantai Distribusi
Busan juga menyoroti pentingnya perubahan strategi dari keunggulan komparatif menuju keunggulan kompetitif. Menurutnya, jika hanya mengandalkan keunggulan komparatif yang mengandalkan hasil rempah mentah, Indonesia tidak akan bisa bersaing dengan negara produsen rempah utama seperti India dan Tiongkok.
Untuk itu, hilirisasi rempah menjadi basis (resource based) untuk menciptakan produk bernilai tambah, yang pada akhirnya memberikan keunggulan kompetitif yang dibutuhkan untuk menembus pasar internasional.
Lebih lanjut Busan menjelaskan, Kemendag melakukan sejumlah langkah strategis untuk mendorong perdagangan rempah ke pasar global, di antaranya dengan membuka akses pasar ekspor melalui berbagai perjanjian dagang.
Sejumlah perjanjian perdagangan yang telah rampung, yakni Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-EU CEPA), Indonesia-Canada CEPA, Indonesia Peru-CEPA, Indonesia Economic Union Free Trade Agreement (Indonesia-EAEU FTA), dan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (PTA).
Selanjutnya, melalui Program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) yang diinisiasi Kementerian Perdagangan. Program ini memfasilitasi pelaku UMKM untuk ekspor melalui 46 perwakilan dagang RI di 33 negara.
Kemendag juga turut mengembangkan program Desa BISA Ekspor yang merupakan sinergi antara pemerintah dan pihak swasta. Tujuannya, untuk memperkuat ekosistem ekspor desa yang berkelanjutan dan menjadikan desa sebagai motor penggerak ekspor nasional.
Baca Juga: Perkuat Akses Ekspor, Kemendag Rampungkan Sejumlah Perjanjian Dagang Tahun Ini
Selain itu, Kemendag bersinergi dengan lima kementerian dan lembaga memiliki program Rasa Rempah Indonesia (S’RASA). Program S’RASA mempromosikan kuliner Indonesia melalui restoran Indonesia di luar negeri. Program tersebut turut mendorong peningkatan ekspor rempah dan bumbu dari Indonesia.
Sementara itu di kesempatan yang sama, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menyampaikan, Peta Jalan Hilirisasi Rempah bukan sekadar dokumen perencanaan, melainkan pembaharuan visi perdagangan yang telah ada sejak ratusan tahun lalu. Rachmat menekankan, implementasi peta jalan harus menjadi bagian integral dari perjalanan perdagangan nasional.
“Benar, Indonesia pernah jadi mother of spices ratusan tahun yang lalu. Tetapi mother of spices pada masa lalu membuat negara lain berjaya, negara lain kaya. Sekarang, Menteri Perdagangan akan membuat peta jalan baru, yang membuat negara Indonesia berjaya kembali,” ujar Rachmat.
Rachmat turut mengapresiasi peran strategis Kementerian Perdagangan untuk mendorong ekspor rempah. Peran Kemendag, khususnya di sektor hilir dinilai krusial untuk menarik seluruh ekosistem agar berfungsi optimal. Selain itu, jika harga rempah menguntungkan petani, pedagang, dan pengolahnya, maka optimasi ekosistem rempah dan daya saingnya di pasar global akan terwujud.
Rachmat juga sepakat dengan Mendag Busan bahwa mengandalkan keunggulan komparatif (kekayaan sumber daya alam mentah) tidaklah cukup dan harus didorong menjadi keunggulan kompetitif.
"Keunggulan komparatif harus ditingkatkan menjadi keunggulan kompetitif. Tetapi keunggulan kompetitif hanya bisa terjadi kalau keunggulan komparatif kita dimanfaatkan untuk hilirisasi," tegas Rachmat.
Baca Juga: Kemendag Fasilitasi UMKM Jalin Jejaring Bisnis dengan Tujuh Negara
Selanjutnya: Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Baru Jauh dari Target Rp 13 Triliun
Menarik Dibaca: Cara Transfer File dari HP Lama ke HP Baru dengan Cepat, Ini Dia Panduannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













