Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Daftar pemegang lisensi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diamandemen kontraknya segera bertambah setelah beberapa perusahaan sudah menyetujui draft dari pemerintah.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) menjadwalkan pengembalian draft pada Minggu ini, namun ada beberapa PKP2B yang belum mengembalikan lantaran tidak sepakat dengan opsi-opsi yang diberikan.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Adhi Wibowo mengatakan, sebanyak 21 PKP2B sudah menyatakan sikapnya atas draft amandemen dari pemerintah. Namun, belum semua setuju sepenuhnya.
"Sebagian sudah ada yang setuju seluruhnya, tapi ada juga yang masih ngasih beberapa catatan," ujarnya di Kantor Dirjen Minerba, Jumat (28/8).
Menurutnya, bagi PKP2B yang sudah setuju, maka tidak ada masalah lagi dan bisa segera menandatangani amandemen kontrak. Sementara bagi yang belum setuju, akan dilihat lagi apakah perlu renegosiasi lebih lanjut atau tidak.
Dia menilai, jika catatan yang diberikan oleh perusahaan yang bersangkutan tidak signifikan, maka penyelesaian tidak akan terlalu lama dan bisa segera menyusul PKP2B yang sudah setuju. Jika tidak, maka pemerintah akan kembali melakukan renegosiasi lebih lanjut.
"Catatannya sudah ada di biro hukum. Kalau catatannya hanya masalah bahasa seharusnya bisa cepat diselesaikan," katanya.
Kalaupun akan ada renegosiasi lagi, Adhi menegaskan target penandatanganan amandemen paling lambat tetap sesuai target, yakni pada Oktober 2015. Adapun dari 73 PKP2B yang ada, baru 10 perusahaan yang sudah meneken amandemen kontrak pada 5 Agustus lalu.
Adhi menjelaskan, ada enam poin yang dibahas dalam proses renegosiasi kontrak. Yakni, pengurangan luas wilayah, peningkatan nilai tambah, perpanjangan operasi melalui perubahan rezim kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), penerimaan negara, divestasi, peningkatan nilai tambah, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Khusus untuk 21 PKP2B yang sudah mengembalikan draft amandemen tersebut, poin mengenai divestasi saham tidak terlalu menjadi masalah. Pasalnya, mereka adalah PKP2B generasi III yang umumnya merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Lain halnya dengan PKP2B yang merupakan penanaman modal asing (PMA), Adhi mengungkapkan proses renegosiasinya berjalan dengan alot. Hampir semua PKP2B PMA masih enggan melepas sahamnya sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.
Menurut Adhi, kebanyakan PKP2B PMA tidak mau mendivestasikan sahamnya ke dalam negeri hingga 51%. Sementara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, kewajiban divestasi untuk PKP2B memang tidak diatur secara rinci.
"Kalau di sektor mineral misalnya ada penjelasan soal pengolahan. Di batubara masih sumir," tuturnya.
PP 77/2014 menyebutkan perusahaan tambang asing wajib mendivestasikan sahamnya hingga 51%. Jika terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian, hanya sebesar 40%. Adapun jika mengembangkan tambang bawah tanah, kewajiban divestasinya kembali diturunkan menjadi 30%.
Sementara itu, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menuturkan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, penyesuaian kontrak seharusnya dilakukan paling lambat satu tahun sejak diundangkan atau pada 2010.
Namun, dia menilai istilah renegosiasi yang akhirnya dipakai pemerintah menjadi niat baik untuk memberikan solusi bagi kedua belah pihak yang berkontrak atau berperjanjian kerjasama.
"Sekarang sudah ada 10 PKP2B yang menyelesaikannya, sehingga memang pemerintah rasional untuk meminta penyelesaiannya kepada yang lain," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News