kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sektor perkantoran di kawasan CBD diharapkan bangkit kembali


Jumat, 11 Juni 2021 / 10:27 WIB
Sektor perkantoran di kawasan CBD diharapkan bangkit kembali
ILUSTRASI. Tarif Sewa Perkantoran Turun: Aerial foto gedung-gedung perkantoran di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (9/9)


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring pemulihan kota-kota dari situasi pandemi, perkantoran diharapkan kembali aktif di Kawasan Pusat Bisnis (CBD) dengan ruang kerja yang lebih efisien dan produktif yang mencerminkan standar kesehatan dan kesejahteraan yang tinggi, menurut laporan baru JLL, Benchmarking Cities and Real Estate.

Sementara protokol menjaga jarak kemungkinan akan berakhir pasca pandemi, perusahaan semakin banyak menghadapi desakan untuk memikirkan kembali denah ruang kantor mereka.

Survei global JLL menunjukkan bahwa 37% karyawan mengharapkan lingkungan kerja yang berjarak di masa depan. Laporan, Benchmarking Cities and Real Estate, menggarisbawahi kebutuhan bisnis untuk memantau pemanfaatan serta metrik kepadatan ruang kantor untuk membantu menentukan kebutuhan ruang kantor mereka di masa depan.

Baca Juga: Cushman & Wakefield: Rata-rata harga tanah Kabupaten Tangerang Rp 12,4 juta per m2

“Metrik yang dapat mengukur pengalaman manusia menjadi semakin penting bagi perusahaan serta untuk kota itu sendiri. Saat nanti kita memasuki siklus pemulihan berikutnya, kami berharap perkantoran di Kawasan Pusat Bisnis akan kembali menjadi pusat sosial dan bisnis yang telah beradaptasi untuk mengakomodasi cara orang ingin bekerja dan hidup di masa depan,” ungkap Jeremy Kelly, Lead Director, Global Cities Research, JLL dalam siaran pers, Jumat (11/6).

Jeremy menjelaskan, kota-kota yang memiliki kepadatan di tempat kerja sebelum pandemi cenderung menghadapi tekanan untuk mengurangi kepadatan.

Kota-kota ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu pusat bisnis global seperti Hong Kong, London, dan Singapura, dengan kepadatan 10 meter persegi per orang atau kurang.

Selanjutnya, destinasi outsourcing proses bisnis: Manila dan Bengaluru, di mana kebutuhan bisnis dan penggunaan ruang yang intensif telah mendorong kepadatan hingga serendah 7 meter persegi per orang.

Terakhir, mega-hub yang sedang berkembang: Jakarta dan Mumbai yang menyediakan layanan bisnis untuk pasar nasional yang besar dan berkembang dengan kepadatan dari 9 hingga 11 meter persegi per orang.

“Amat menarik untuk mengamati masa depan ruang perkantoran pasca pandemi, khususnya di Jakarta sebagai salah satu kota dengan rasio luas ruang perkantoran terhadap orang yang relatif cukup padat dibandingkan kota-kota global lainnya.” kata Yunus Karim, Head of Research, JLL Indonesia.

Baca Juga: CPRI menargetkan okupansi bisnis sewa properti mencapai 80% tahun ini

Menurutnya, perusahaan harus beradaptasi dengan perubahan cara kerja dan memiliki strategi untuk mengakomodasi kebutuhan pasca pandemi mengingat ruang perkantoran akan tetap berperan sebagai pusat kolaborasi dan sosialisasi bagi para karyawannya.

Dalam pemulihan pasca-pandemi, beberapa tahun ke depan akan menjadi sangat penting ketika perusahaan dan kota menetapkan dan bekerja bersama menuju target keberlanjutan yang ambisius.

Memahami bagaimana pemanfaatan ruang dan metrik kepadatan okupansi berdampak pada konsumsi energi dan air serta limbah menjadi semakin penting.

Selain itu, kepadatan okupansi yang lebih ketat biasanya berarti biaya dan konsumsi energi yang lebih rendah per orang. Skenario keberlanjutan di masa depan perlu mempertimbangkan pertukaran antara kepadatan dan efisiensi ini.

Layanan Benchmarking Global JLL mengukur dan melaporkan total biaya real estat per orang termasuk jumlah ruang yang digunakan, kepadatan okupansi, dan metrik biaya operasional yang memberdayakan bisnis untuk membuat keputusan berdasarkan data tentang perencanaan ruang saat ini dan masa depan.

Baca Juga: Sewa gedung perkantoran masih lesu, ini kata Pakuwon Jati (PWON)

Pemerintah kota juga menggunakan metrik ini untuk memahami bagaimana bangunan digunakan dan seberapa efisien mereka menggunakan sumber daya, yang pada saatnya menginformasikan kebijakan perkotaan dan lingkungan.

“Memiliki dasar kinerja konsisten yang dapat dibandingkan dengan tolok ukur eksternal lokal di seluruh lokasi dunia akan memberikan organisasi kepercayaan diri untuk menerapkan perubahan di saat orang-orang mulai kembali ke kantor di pusat kota,” kata Victoria Mejevitch, Head of JLL’s Global Benchmarking Services.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×