Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Persyaratan dan kebijakan ekspor daging ke Indonesia rupanya menjadi ganjalan pengusaha Selandia Baru. Itu sebabnya, dalam pertemuan Senior Official Meeting on Trade and Investment Framework (SOM TIF) antara Indonesia dan Selandia Baru yang digelar di Yogyakarta (9-10/8) lalu, Selandia Baru menyoroti dua hal ini.
Wajar saja. Sebagai salah satu negara produsen daging, Selandia Baru tentu berkepentingan untuk membuka dan memperlancar akses pasar ekspor daging ke Indonesia. “Selandia Baru menyampaikan concern mereka atas banyaknya persyaratan pemeriksaan ekspor hewan ke Indonesia,” kata Pradnyawati Direktur Bilateral 1, Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Rabu (11/8).
Rupanya, pengusaha Selandia Baru keberatan atas kebijakan label halal maupun ketentuan bebas dari Penyakit Mulut Kuku (PMK). Selandia Baru juga mempersoalkan adanya kebijakan kuota impor daging dari Indonesia. Pasalnya, menurut pengusaha Selandia Baru, pembatasan tersebut itu akan membatasi kinerja ekspor daging dari negaranya.
Menjawab sorotan dari Selanda Baru tersebut, Pradnyawati menyatakan, batasan impor tersebut diberlakukan Indonesia agar ada jaminan keseimbangan antara suplai daging dari produsen di dalam negeri dan luar negeri. Sementara itu, mengenai persyaratan ekspor daging ke Indonesia akan dibicarakan dalam pertemuan selanjutnya.
“Kedua belah pihak akhirnya sepakat bahwa semua isu SPS (Sanitary Phytosanitary) akan dikonsolidasikan melalui forum bilateral di bidang pertanian dan Komite SPS pada pertemuan ASEAN dengan Australisa dan Selandia Baru (AANZFTA),” tambah Pradnyawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News