Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah meminta supaya pengesahan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) bisa ditunda. Satu diantaranya adalah revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara alias UU Minerba.
Namun, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi VII tampaknya masih bergairah untuk melanjutkan pembahasan revisi UU Minerba. Buktinya, dalam jadwal yang beredar, Komisi VII DPR RI masih mengagendakan rapat kerja bersama lima menteri terkait, yakni Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM.
Awalnya, raker akan digelar pada pukul 13:00 WIB. Namun, jadwal itu mundur menjadi 19:00 WIB lantaran menteri dan wakil menteri diagendakan rapat bersama Presiden.
Lantas, apakah revisi UU Minerba akan dikebut meski DPR RI periode 2014-2019 akan berakhir pada 30 September 2019 mendatang? atau akan pembahasan akan dilanjutkan (carry over) oleh parlemen yang akan datang?
Menanggangi hal tersebut, sejumlah pihak yang menjadi stakeholders di sektor pertambangan minerba meminta supaya revisi regulasi ini tidak dilakukan dengan tergesa-gesa.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang ESDM Sammy Hamzah misalnya, berpendapat bahwa UU Minerba memiliki implikasi yang mendasar dan jangka panjang terhadap investasi dan pengusahaan di sektor tambang.
Oleh sebab itu, "Lebih baik tidak dibuat secara terburu-buru," katanya ke Kontan.co.id, Rabu (25/9).
Sammy bilang, pihaknya sempat diminta untuk memberikan masukan terhadap revisi UU Minerba ini. Namun, setelah masukan diberikan, belum ada diskusi lanjutan dari pemerintah.
"Kami pernah diminta masukan dan sudah kami berikan, tapi sejak diberikan belum ada feedback atau adanya diskusi lagi, kami sangat terbuka untuk diundang pembahasan," terangnya tanpa memberikan keterangan tentang poin-poin yang menjadi usulan Apindo.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Sumber Daya Minerba dan Listrik Garibaldi Thohir menyoroti soal kepastian hukum di sektor pertambangan, khususnya untuk komoditas batubara.
Malkum, pria yang akrab disapa Boy Thohir ini adalah bos dari Adaro Energy, salah satu perusahaan batubara raksasa pemegang perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang masa kontraknya akan berakhir dalam beberapa tahun ke depan.
"Yang kita perlukan adalah kepastian hukum, bagaimana pun sektor batubara masih penyumbang devisa ekspor kedua setelah kelapa sawit," ujarnya ke Kontan.co.id.
Sayangnya, Boy enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait substansi revisi UU Minerba, termasuk poin-poin perubahan yang diharapkan ada dalam revisi tersebut. "Kuncinya kepastian hukum dan konsistensi regulasi," balas Boy.
Sementara itu, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai penyelesaian revisi UU Minerba tidak bisa diselesaikan secara tergesa-gesa. Sebab, banyak permasalahan yang perlu diselesaikan dalam revisi UU Minerba. Tak hanya soal perizinan, namun juga harus memperhatikan kelangkaan sumber daya, degradasi lingkungan serta kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.
"Terlalu mepet, ada kesan tergesa-gesa pada bulan ini atau bulan depan," tuturnya.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center For Indonesian Resources Strategic Studies (CIRUSS) Budi Santoso menilai penyelesaian revisi UU Minerba tidak mungkin selesai di periode DPR saat ini. Menurutnya, UU Minerba harus bisa mengatasi inkonsistensi kebijakan seperti yang terjadi saat ini.
"Tidak mungkin revisi UU Minerba diselesaikan pada periode ini. UU tersebut harus mengantisipasi masalah dalam persepektif jangka panjang," ujar Budi.
Asal tahu saja, revisi UU Minerba masih tersendat lantaran pemerintah masih belum bersepakat dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Sebelumnya, dalam rapat kerja terakhir antara Komisi VII dan Kementerian terkait pada 13 September 2019 lalu, diambil kesimpulan bahwa Komisi VII dan pemerintah sepakat kembali memberikan kesempatan untuk melakukan sinkronisasi DIM.
Menteri ESDM Ignasius Jonan saat itu menegaskan, pemerintah masih membutuhkan waktu untuk merampungkan DIM tersebut. Ia pesimistis, DIM revisi UU Minerba bisa rampung sebelum masa persidangan DPR RI Periode 2014-2019 berakhir pada 30 September mendatang.
"Kalau secara realistis, DIM yang disepakati oleh 5 menteri disampaikan 30 September rasanya mungkin sulit. Kalau bisa, mungkin ya sebulan atau dua bulan," ujar Jonan.
Apalagi, sambung Jonan, susunan kabinet baru akan efektif terbentuk pada 21 Oktober 2019. Sehingga, Jonan memprediksi DIM revisi UU Minerba baru akan selesai pada akhir tahun ini.
"Jadi akhir tahun lah paling lambat mestinya DIM selesai disampaikan. Karena pergantian anggota kabinet, mungkin setelah itu baru dibahas lagi secara detail," terang Jonan.
Jonan pun mengklaim, tidak ada upaya untuk memperlambat revisi UU Minerba. Ia mengatakan, penyusunan DIM ini memerlukan waktu lebih lantaran agenda dari setiap kementerian yang berbeda-beda.
"Nggak ada program untuk memperlambat. Hanya memang agenda setiap kementerian ini, kami perlu waktu (untuk sinkronisasi)," ungkap Jonan.
Sementara itu, menurut Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Maman Abdurrahman, hingga saat ini pihaknya masih menunggu finalisasi DIM dari pemerintah. Namun, ia pun sangsi pembahasan revisi bisa rampung pada periode DPR kali ini.
Ia bilang, pembahasan bisa saja berlanjut pada DPR di periode selanjutna, namun itu tergantung kesepakatan antara Komisi VII dan pemerintah. "Kalau melihat timing dan momentum, serta merespon aspirasi yang beredar, sepertinya belum bisa diselesaikan diperiode yang sekarang. Kemungkinan besar akan kita carry over ke periode depan," katanya ke Kontan.co.id, Selasa (24/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News