kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   19.000   1,25%
  • USD/IDR 16.195   5,00   0,03%
  • IDX 7.164   1,22   0,02%
  • KOMPAS100 1.070   0,97   0,09%
  • LQ45 838   0,57   0,07%
  • ISSI 216   -0,45   -0,21%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 516   -1,25   -0,24%
  • IDX80 122   0,37   0,31%
  • IDXV30 126   -0,52   -0,42%
  • IDXQ30 143   -0,58   -0,40%

SPKS Tolak Kenaikan Pungutan Ekspor CPO, Khawatirkan Dampak pada Petani Sawit


Selasa, 31 Desember 2024 / 21:26 WIB
SPKS Tolak Kenaikan Pungutan Ekspor CPO, Khawatirkan Dampak pada Petani Sawit
ILUSTRASI. Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (10/10/2024). Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah tidak menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dari 7,5% menjadi 10%.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah tidak menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang direncanakan naik dari 7,5% menjadi 10%. Kenaikan ini dirancang untuk mendukung penerapan mandatori Biodiesel B40 yang akan dimulai 1 Januari 2025.  

Ketua Umum SPKS, Sabarudin, menyatakan bahwa kenaikan pungutan ekspor ini akan berdampak langsung pada petani sawit. 

Ia memprediksi harga tandan buah segar (TBS) akan turun Rp 300 hingga Rp 500 per kilogram. Kondisi ini dapat memperburuk kesejahteraan petani yang sudah menghadapi tantangan ekonomi, termasuk mahalnya harga pupuk.  

Baca Juga: Harga Naik, Nilai Ekspor CPO Mendaki

“Kenaikan ini hanya menguntungkan perusahaan biodiesel, sementara petani sawit menjadi korban,” ujar Sabarudin dalam keterangannya, Selasa (31/12). 

Ia juga mengungkapkan bahwa penggunaan pungutan ekspor selama ini sebagian besar, 90% dialokasikan untuk subsidi biodiesel melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).  

SPKS menilai kenaikan pungutan ekspor ini berpotensi menurunkan produktivitas petani karena terbatasnya kemampuan membeli pupuk dan merawat kebun. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengurangi pasokan bahan baku biodiesel yang justru dibutuhkan untuk mendukung program B40.  

Lebih lanjut, SPKS mendesak pemerintah untuk mengevaluasi pengelolaan dana BPDPKS yang dinilai belum optimal. 

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester I 2024, ditemukan berbagai kelemahan dalam pengelolaan dana BPDPKS, termasuk ketidaksesuaian alokasi dana insentif biodiesel.  

Baca Juga: Tarif Pungutan Ekspor CPO Dipangkas, AALI Optimis Produsen Sawit Makin Kompetitif

SPKS menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan biodiesel nasional, termasuk penghitungan ulang model insentif yang dianggap membebani petani. 

“Penting untuk melibatkan TBS petani sawit dalam produksi biodiesel guna mengurangi biaya subsidi dan mencegah kenaikan pungutan ekspor CPO,” ujar Sabarudin.  

Serikat ini juga menyerukan agar pemerintah memperbaiki transparansi pengelolaan dana BPDPKS sesuai rekomendasi BPK, sebelum memutuskan langkah strategis yang berpotensi merugikan petani sawit.  

Selanjutnya: Mau Jadi Mitra Program Makan Bergizi Gratis? Baca Ini Persyaratannya

Menarik Dibaca: KAI Berangkatkan 2,5 Juta Penumpang Saat Nataru, Ini Stasiun Keberangkatan Tertinggi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×