Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gula sebagai komoditas strategis nasional diprediksi akan terdampak El Nino. Tanpa ada langkah antisipatif yang dilakukan, maka ketersediaan gula akan terancam sehingga berpotensi memicu kelangkaan di masyarakat.
Ketua Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI) Adhi S. Lukman mengungkapkan dampak buruk dari El Nino bakal mempengaruhi produktivitas lahan tebu yang menjadi bahan baku dari gula.
“Karena ternyata El Nino pengaruhnya besar sekali, kalau tebu itu kan 10 bulan penanamannya, kalau ada El Nino otomatis musim tanam dan sebagainya akan ada pengaruhnya terhadap produktivitas dari tanaman tebu sendiri. Ini yang harus kita antisipasi," jelas Adhi.
Oleh sebab itu, Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman akan mencari alternatif untuk mencari stok gula. Salah satunya dengan berinovasi mencari alternatif pengganti gula, seperti stevia, sukralosa dan lain sebagainya.
Baca Juga: Tanam Perdana Sorgum di Sukabumi, Bapanas Berniat Menguatkan Ketahanan Pangan
Sependapat dengan Adhi, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menjelaskan bahwa perlu dilakukan langkah antisipatif untuk memastikan stok gula dapat tercukupi. Dengan demikian, kelangkaan gula di masyarakat dapat dicegah.
“Kalau stok hanya pertengahan atau akhir September, mesti segera dilakukan impor gula mentah. Dugaan saya, kuota dan izin impor sudah dikeluarkan,” jelas Khudori.
Walaupun demikian, Harga Acuan Pembelian Gula (HAP) yang masih berada di level Rp 12.500/kg masih menjadi hambatan bagi industri untuk mengimpor gula. Alasannya, dengan harga tersebut, industri masih mengalami kerugian sekitar Rp 2000/kg.
“Makanya penting, setidaknya akhir Agustus, dievaluasi kira-kira produksi gula konsumsi tahun ini berapa. Jika ditambah kuota impor gula mentah untuk diolah jadi gula konsumsi apakah masih cukup memenuhi kebutuhan? Jika tidak, ya jatah impor gula mentah mesti ditambah. Tapi mesti dihitung cermat jumlah dan kapan datang di Indonesia,” ungkap Khudori.
Selain itu, untuk mendorong agar industri mau melakukan impor dan mencegah shortage gula konsumsi di masyarakat, pemerintah didorong untuk segera menetapkan HAP gula yang adil dan tidak merugikan pelaku impor.
Sebelumnya pengamat ekonomi LPEM FEB UI Teuku Riefky mengungkapkan idealnya, HAP gula berada di level Rp 15-16 ribu per kg.
“Apabila dinaikkan ke level level 15-16 ribu/kg relatif bisa mengimbangi kenaikan harga gula di level global, sehingga berpotensi menjaga keseimbangan pasokan akibat mekanisme pasar dengan adanya penyesuaian harga di pasaran,” ungkap Riefky.
Pemerintah juga harus serius dalam menyikapi penetapan HAP gula ini mengingat gula merupakan salah satu komoditas penting yang berpotensi memicu inflasi yang tidak terkendali maupun kekisruhan seperti kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada tahun 2022 yang lalu.
“Berkaca dari pengalaman kelangkaan minyak goreng tahun lalu, diperlukan adanya usaha pemerintah untuk menjaga kecukupan stok gula domestik. Potensi kelangkaan gula di dalam negeri memiliki risiko yang relatif tinggi menimbang sudah masuknya tahun politik," pungkas Riefky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News