Reporter: Vina Elvira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Cilacap Samudera Fishing Industry Tbk (ASHA) memproyeksikan pemulihan kinerja di tahun depan, setelah mengalami tekanan di sepanjang tahun 2025.
Untuk menghadapi 2026, Manajemen ASHA akan fokus pada pemulihan pertumbuhan dan penguatan struktur biaya melalui beberapa strategi. Pertama, ekspansi pasar domestik yang memiliki pertumbuhan stabil dan potensi margin lebih sehat.
“Kemudian, Perseroan juga menyiapkan rencana joint venture dengan investor asing di Indonesia,” ungkap Direktur Utama ASHA, William Sutioso, kepada Kontan.co.id, Minggu (14/12/2025).
Dari sisi produk, ASHA akan memfokuskan pengembangan pada frozen seafood, ready-to-cook, serta produk value-added dengan portofolio SKU yang disederhanakan.
Selain penguatan di pasar domestik, perseroan juga tetap melanjutkan diversifikasi pasar ekspor, terutama ke negara-negara dengan pertumbuhan konsumsi yang tinggi, seperti Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan.
Baca Juga: Industri Perikanan Tertekan, ASHA Catat Penurunan Permintaan Signifikan
Manajemen juga mengungkapkan adanya penjajakan kerja sama usaha dengan beberapa negara di Afrika untuk memperluas akses pasar dan volume penjualan.
“Kami berinvestasi di efisiensi produksi termasuk automasi untuk menekan cost per kg,” tuturnya.
Meski demikian, ASHA menilai tantangan pada 2026 masih cukup signifikan. Volatilitas harga bahan baku laut dan ketergantungan pada pasokan musiman dinilai menjadi tantangan struktural yang belum sepenuhnya dapat dihindari.
Selain itu, ketatnya regulasi ekspor, terutama di negara-negara Barat, juga berpotensi membatasi fleksibilitas penjualan.
William pun menyoroti rencana perubahan kedua Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026. Kebijakan tersebut mewajibkan penempatan DHE hanya di bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menciptakan iklim monopoli atau oligopoli karena bank swasta tidak turut serta. Selain itu, pricing valuta asing oleh bank Himbara dinilai berisiko menjadi tidak kompetitif dan dapat merugikan pelaku usaha apabila terjadi pemaksaan harga di bawah pasar.
Baca Juga: Cilacap Samudera Fishing Industry Proyeksikan Kinerja 2025 Menurun Dibanding 2024
Kondisi tersebut berpotensi mempengaruhi margin dan meningkatkan cost of fund, yang pada akhirnya dapat menurunkan daya saing global.
“Keharusan penempatan devisa di Bank Himbara juga akan menjadi masalah. Seperti kita ada mendapatkan fasilitas kredit dari Bank non Himbara, tentunya bank tersebut akan sangat dirugikan kalau dana hasil ekspor disimpan di Bank Himbara,” jelasnya.
Di sisi lain, ASHA melihat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan pada 2026. Pertumbuhan produk seafood ready-to-eat dan ready-to-cook di pasar domestik dinilai masih sangat terbuka.
Secara jangka panjang, permintaan global terhadap protein laut juga diproyeksikan terus meningkat.
Di sisi lain, perseroan melihat peluang untuk memperkuat brand di pasar domestik seiring meningkatnya konsumsi seafood modern di Indonesia.
“Selain itu, realisasi kesepakatan IEU-CEPA akan ada benefit besar untuk seafood Indonesia di pasar Eropa, Seafood Indonesia pasarnya akan lebih baik karena harga yang kompetitif dengan negara tetangga yang sudah duluan mendapat benefit tersebut,” tandasnya.
Baca Juga: Dharma Samudera Fishing (DSFI) Berupaya Mengejar Target Kinerja Tahun Ini
Selanjutnya: Grand Parent Stock Tiba, Widodo Makmur Unggas Dorong Peningkatan Kapasitas
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok Selasa 16 Desember 2025, Harus Konsisten
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












