Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan skema subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg, menjadi berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dan melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) dinilai Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menunjukan arah kebijakan pengetatan subsidi gas cair tersebut di tahun 2026.
Asal tahu saja, awalnya subsidi LPG 3 Kg berbasis harga, namun keputusan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, subsidi senilai Rp 80,3 triliun akan diberikan pada masyarakat yang termasuk dalam golongan penerima manfaat.
Mengutip Buku II Nota Keuangan RI 2026, tercatat realisasi volume LPG 3 kg naik dari 7,5 juta ton (2021) menjadi 8,2 juta ton (2024), sementara kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 di angka 8,17 juta ton.
Baca Juga: Konsumsi LPG 3 Kg Diprediksi Naik 5%, Anggaran Subsidi Rp 80,3 Triliun Bakal Bengkak
"Untuk 2026, RAPBN tidak menuliskan angka kuota eksplisit, tetapi arah kebijakan adalah pengetatan sasaran melalui pencatatan berbasis NIK/DTSEN. Artinya, secara baseline, volume 2026 kemungkinan flat hingga sedikit saja naik," ungkap Josua saat dikonfirmasi, Senin (18/08/2025).
Menurut dia, jika menggunakan proyeksi konservatif yang konsisten dengan tren dan arah kebijakan, kuota LPG 3 kg tahun depan adalah di kisaran 8,2 juta ton hingga 8,4 juta ton, atau sekitar 0% – 3% yoy.
Ia juga menambahkan, dengan pertumbuhan ekonomi yang dipatok moderat dan penyaluran yang makin terdata (NIK/DTSEN), konsumsi nasional LPG 3 kg berpotensi tumbuh terbatas.
"Jika targeting penerima makin disiplin dan data makin bersih, pertumbuhan volume (LPG 3 kg) bisa tertahan di 0%–1% yoy. Sementara, jika targeting berjalan, namun mobilitas atau aktivitas rumah tangga rentan-miskin melampaui di 2025, pertumbuhannya diperkirakan berkisar 1%–3% yoy," tambahnya.
Baca Juga: Subsidi Energi Dirombak: BBM dan LPG 3 Kg Bakal Ikuti Skema Listrik
Agar subsidi tidak membengkak di kemudian hari, Josua menekankan agar pemerintah disiplin menerapkan penerima LPG 3 Kg berdasarkan DTSEN/NIK. "Kalau dilihat, dan pengetatan distribusi terbukti menjadi fokus di 2026," kata dia.
Kedua, adalah opsi evaluasi harga jual eceran (HJE) LPG 3 kg sesuai kondisi perekonomian dan daya beli. "Artinya jika tekanan biaya melonjak, HJE dapat menjadi katup pengaman fiskal," tambahnya.
Ketiga, dalam jangka menengah, Indonesia menurut dia perlu melakukan transformasi subsidi ke berbasis penerima, ditambah dengan percepatan substitusi atau pengganti LPG 3 kg.
"Misalnya dengan jaringan gas (jargas), lalu kompor induksi daerah tepat sasaran, ini akan menekan volume struktural (LPG 3 kg)," tutupnya.
Sebelumnya dalam catatan Kontan, perubahan skema penerima subsidi LPG 3 kg dilakukan agar lebih tepat sasaran.
"Kalau subsidi masih dinikmati kelompok sangat kaya, maka perlu langkah-langkah penargetan,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jumat (15/8/2025).
Baca Juga: Anggaran Subsidi LPG 3 Kg Dipangkas, Berpotensi Timbulkan Gejolak di Masyarakat
Dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, skema subsidi LPG 3 kg akan sama dengan skema subsidi listrik, yang berbentuk subsidi tertutup, yang dibedakan berdasarkan golongan pemakai dan daya.
“Contohnya di sektor listrik, pelanggan dengan daya tinggi mendapatkan harga berbeda dengan (pelanggan) daya rendah. Mekanisme seperti itu bisa diimplementasikan pada sektor energi lain,” ujar Airlangga.
Selanjutnya: Konstruksi Tol IKN Seksi 3A Rampung, Kapan Beroperasi?
Menarik Dibaca: Usai Pesta HUT ke-80 RI, DLH Jakarta Angkut 79 Ton Sampah dari Monas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News