kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Surat edaran pengendalian kuota solar subsidi dicabut, penyaluran masih aman?


Selasa, 01 Oktober 2019 / 20:48 WIB
Surat edaran pengendalian kuota solar subsidi dicabut, penyaluran masih aman?
ILUSTRASI. Nozzle SPBU


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencabut sementara Surat Edaran Nomor 3865.E/Ka BPH/2019 tentang Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Tertentu Tahun 2019. Pencabutan ini merupakan hasil dari Rapat Pimpinan Kementerian ESDM tanggal 27 September 2019.

Dalam Surat bernomor 4487.E/Ka BPH/2019 yang diteken oleh Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa pada 30 September 2019 tersebut, disebutkan bahwa pencabutan itu dimaksudkan untuk menjaga stabilitas di masyarakat. Alasannya, menurut Komite BPH Migas Henry Ahmad, pengendalian kuota jenis BBM tertentu yang dalam hal ini jenis solar bersubsidi, belum berjalan efektif.

Henry mengatakan, Pertamina masih belum sanggup untuk mengimplementasikan pengendalian kuota solar bersubsidi di lapangan terhadap masyarakat yang berhak. Henry mencontohkan, dalam surat edaran sebelumnya, BPH resmi melarang kendaraan bermotor pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam untuk menggunakan JBT Jenis Minyak Solar.

Namun, Henry bilang bahwa persepsi terkait dengan jenis kendaraan yang dilarang ini tidak sama di setiap SPBU. "Nah itu bagaimana memastikannya? Pertamina tak siap di lapangan. Ada ketidak samaan persepsi dari SPBU, jadi belum efektif. Jadi kita cabut agar tak terjadi kericuhan," katanya ke Kontan.co.id, Selasa (1/10).

Sebagai informasi, per 1 Agustus 2019 lalu, BPH Migas mengeluarkan Surat Edaran untuk mengendalikan kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) jenis minyak solar untuk mengantisipasi over kuota.

Asal tahu saja, kuota JBT minyak solar tahun 2019 ini dipatok diangka 14,5 juta Kiloliter (KL) atau lebih kecil dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar 15,58 juta KL.

Sementara itu, realisasi penyaluran JBT jenis solar dari Januari hingga 25 September 2019 sebesar 11,66 juta KL atau sebesar 80,46% dari kuota yang disiapkan. Padahal, realisasi normal tahunan berkisar di angka 73,42% dari kuota.

Baca Juga: SKK Migas masih matangkan konsep clustering migas

Sehingga, dalam surat edaran tersebut disebutkan, jika tidak dilakukan pengendalian JBT jenis solar, maka berpotensi over kuota. Berdasarkan prognosa dari BPH Migas, sampai dengan akhir Desember 2019 akan terealisasi sebesar 16,06 juta KL atau over kuota sebesar 1,56 juta KL dari kuota 2019.

Henry mengungkapkan, kondisi dan proyeksi tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah, yang dalam hal ini Kementerian ESDM. Sehingga, jika nanti realisasi penyaluran solar bersubsidi melebihi kuota, maka hal tersebut akan menjadi pembahasan antara Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero).

"Pemerintah nanti ambil langkah apa, kondisi kritisnya sudah kita sampaikan. Masalah kemungkinan kurangnya kuota akan didiskusikan dengan pemerintah dan Pertamina," terang Henry.

Dalam surat bernomor 4487.E/Ka BPH/2019 itu, disebutkan bahwa Pertamina pun sebetulnya sudah memproyeksikan akan terjadi over kuota pada awal November 2019. Kendati begitu, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan bahwa hal tersebut masih merupakan estimasi.

Fajriyah mengklaim, bahwa pihaknya siap untuk menjalankan keputusan pemerintah dan BPH Migas selaku regulator. Baik dengan menyiapkan BBM bersubsidi maupun non-subsidi.

"Itu baru estimasi (overkuota di November). Kita sudah siap dengan infrastruktur maupun mekanisme penyaluran, kita siap sesuai dengan ketentuan," jelas Fajriyah ke Kontan.co.id, Selasa (1/10).

Baca Juga: Ini 8 poin perubahan PMK dalam mempercepat pembangunan infrastruktur kelistrikan

Apabila sebelum tutup tahun sudah terjadi overkuota, maka Fajriyah mengatakan bahwa pihaknya akan memperbanyak penyediaan BBM non-subsidi, seperti Pertamina Dex dan Dexlite. "Kalau beneran habis kuotanya, maka kami akan lebih banyak mempersiapkan jenin BBM non-subsidi, kita himbau masyarakat untuk beralih," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan bahwa pihaknya optimistis penyaluran solar bersubsidi ini masih akan mencukupi, sejalan dengan kuota yang ditentukan. "Kita lihat ke depan, kita jalankan dulu. Insha Allah, berpikir yang optimis lah," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (1/10).

Arcandra pun berharap, program Nozzle atau digitalisasi SPBU Pertamina bisa cepat rampung, guna memperkuat pengawasan pengendalian dan penyaluran BBM bersubsidi. "Kita berharap dengan Nozzle, digitalisasi SPBU, akan mampu mengendalikan dan menyalurkan BBM subsidi lebih tepat sasaran," terangnya.

Hal ini memang dinilai krusial. Sebelumnya, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menekankan, pihaknya meminta Pertamina untuk segera merampungkan program Nozzle atau digitalisasi pencatatan jual-beli solar di SPBU. Ifan bilang, seharusnya program tersebut sudah rampung pada Desember 2019 lalu, dengan begitu semestinya pengawasan jual-beli solar bersubsidi sudah bisa efektif dilakukan.

Baca Juga: Pertamina Group raih sembilan penghargaan Subroto Award 2019

Asal tahu saja, setelah gagal rampung pada akhir tahun lalu, Pertamina menargetkan bisa menyelesaikan program tersebut pada Juni 2019. Namun, target itu kembali gagal dan saat ini target itu kembali mundur hingga akhir tahun ini. Dari target 5.518 SPBU yang akan didigitalisasi Noozle, sampai dengan Juni 2019 baru terealisasi pada 1.327 SPBU.

Terkait hal ini, Direktur Pemasaran Ritel Pertamina Mas'ud Khamid berdalih, program noozle tersebut molor lantaran terganjal sejumlah kendala. Hal yang utama, kata Mas'ud, ialah karena sebagian besar konstruksi dan fasilitas alat SPBU model lama sehingga buuth waktu lebih untuk memasang alat digitalisasi.

"Ini yang membuat proyek mundur, karena waktu pengerjaan kami juga terbatas, hanya ketika SPBU tersebut sedang tutup (tidak beroperasi)," kata Mas'ud beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×