kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak cukup online, verifikasi dan sinkronisasi data wajib ada di sektor minerba


Minggu, 04 November 2018 / 18:01 WIB
Tak cukup online, verifikasi dan sinkronisasi data wajib ada di sektor minerba
ILUSTRASI. Ilustrasi Kementerian ESDM


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aplikasi Mineral Online Monitoring System (MOMS) telah diluncurkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jum’at (2/11) lalu. Aplikasi ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan produksi, penjualan dan berbagai kewajiban dari perusahaan mineral dan batubara (minerba).

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, berbeda dari metode sebelumnya yang mengandalkan laporan bulanan, melalui aplikasi yang mulai aktif pada 1 November 2018 ini, perusahaan minerba diwajibkan mengisi data produksi hingga penjualan dalam laporan harian.

Sehingga, Kementerian ESDM dan high level leader perusahaan yang memiliki akses ke dalam MOMS bisa meng-update data dan melakukan pengawasan secara real time. “Sesuai dengan kebutuhan data dan tuntutan kondisi saat ini, yakni pengawasan yang cepat dan akurat. Up to date, dengan data real-time setiap perusahaan,” ujar Bambang.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai positif adanya aplikasi ini. Menurut Hendra, pelaporan semacam ini bisa meningkatkan kemudahan dan mendorong keterbukaan. “Apalagi Indonesia juga berkomitmen mendorong transparansi penerimaan negara dari industri ekstraktif,” kata Hendra.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah. Ia menyebut, sistem monitoring semacam ini semestinya bisa menutup berbagai kelemahan dari sistem kontrol sebelumnya, mengingat kelemahan tersebut bisa menjadi celah terjadinya kerugian negara. “Misalnya, dari tidak adanya pelaporan produksi dan penjualan atau laporan yang under-value, serta royalti yang kurang tepat dalam penghitungan,” ujarnya.

Soal indikasi dan celah timbulnya kerugian negara ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah menemukan adanya data yang tidak sinkron, baik antar kementerian di Indonesia, maupun dengan data dari negara penerima ekspor minerba, khususnya batubara.

Selama periode 2006-2016, Koordinator Divisi Riset ICW Firdaus Ilyas menjelaskan, pemerintah tidak memiliki data yang sama soal volume ekspor batubara. Dalam periode tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat volume ekspor batubara sebesar 3.421,6 juta ton, sedangkan menurut catatan Kementerian ESDM ialah 2.902,1 juta ton atau ada silisih 519,6 juta ton.

Perbedaan data juga terjadi jika dibandingkan dengan negara pembeli dalam periode yang sama, yakni sebanyak 3.147,5 juta ton, atau 274,2 juta ton lebih rendah dibandingkan dengan data dari Kemdag.

Selama kurun waktu 2006-2016 itu, nilai ekspor batubara Indonesia tercatat sebesar US$ 184,853 miliar, sementara berdasarkan negara pembeli, total nilai impor batubara asal Indonesia sebesar US$ 226,525 miliar atau selisih US$ 41,671 miliar.

Berkaca dari ketidak sinkronan data dari kajian yang dirilis ICW pada 20 November 2017 itu, selama periode 2006-2016, diindikasikan nilai transaksi ekspor batubara yang kurang dilaporkan atau dilaporkan secara tidak wajar mencapai sebesar US$ 27,062 miliar. 

Adapun, data-data tersebut merupakan hasil perbandingan dengan negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia, terutama yang terbesar seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan.

“Kita juga sudah riset (produk minerba lainnya) seperti timah dan nikel, sama saja ada perbedaan data. Jadi melihat potret besarnya, tidak hanya batubara, tapi dalam pengawsan ekspor produk mentah maupun olahan dari pertambangan Indonesia itu bermasalah,” jelas Firdaus saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (4/11).

Verifikasi dan Sinkronisasi Data Minerba

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar berujar, kehadiran aplikasi MOMS ini juga bertujuan untuk menutup celah kecurangan data ekspor tersebut. Arcandra mengklaim, melalui MOMS, pihaknya bisa mengetahui kemana perusahaan melakukan ekspor, dijual ke negara mana, kepada siapa, berapa volumenya, kapan waktu penjualannya, hingga menggunakan kapal apa. “Benar (memperbaiki data ekspor) itu yang ingin kita lihat” kata Arcandra.

Ia pun menyebut, untuk memastikan kebenaran data yang disampaikan perusahaan, Kementerian ESDM tetap akan melakukan pengecekan ulang. “Namun tetap kita lakukan pengawasan apakah input itu benar atau tidak, akan kita crosscheck,” imbuhnya.

Kendati demikian, Firdaus menilai, celah potensi kerugian negara akibat ketidak sesuaian data di sektor minerba masih terbuka jika saja tidak ada sinkronisasi antar kementerian atau lembaga terkait, serta perbandingan data dengan negara penerima.

Apalagi, lanjut Firdaus, celah itu tetap terbuka karena input data dilakukan sendiri oleh perusahaan, kemudian dengan jumlah inspektur tambang yang terbatas, mekanisme pengawasan tak jarang hanya merupakan teori belaka.

“Oke-lah dipublikasi secara online, tapi yang penting itu verifikasi dan melihat apakah memang data yang disampaikna itu ada dan benar. Kalau tidak ada sinkronisasi data, tetap saja ada celah besar, untuk volume maupun harga,” katanya.

Di sisi lain, Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Bea dan Cukai Deni Surjantoro tidak menyangkal bahwa rekonsiliasi data antar lembaga belum berjalan. Ia menyebut, masing-masing lembaga memiliki database tersendiri dan belum terintegrasi.

Namun ia mengklaim, integrasi data itu sedang diinisiasi. Sayang, belum ada waktu yang jelas kapan pengintegrasian tersebut selesai dilakukan. “Sedang kita coba inisiasi, apabila sinergi tersebut berjalan, tentunya juga akan termasuk sinkronisasi data ekspor. (untuk waktunya) kami belum bisa berspekulasi karena sedang diinisiasi,” ungkap Deni.

Yang jelas, Arcandra bilang, pihaknya akan menindak tegas jika ada perusahaan minerba yang tidak mengisi data pada aplikasi MOMS. Bahkan, Arcandra mengancam akan memberikan sanksi keras hingga mencabut RKAB jika dalam seminggu (dihitung dari peluncuran MOMS) perusahaan minerba yang bersangkutan tidak melakukan pengisian data yang diperlukan.

“Seminggu, paling telat hari Jum’at minggu depan untuk mengisi data yang dbutuhkan MOMS dan e-PNBP. Kalau ada yang luput tak memasukkan, resikonya RKAB dicabut,” katanya.

Ketegasan dari pemerintah, menurut Maryati Abdullah, sangat diperlukan. Sebab menurutnya, penegakan aturan dan kosistensi dari pemerintah akan menjadi faktor penentu apakah aplikasi ini akan berdampak signifikan atau tidak.

“Seberapa signifikannya sangat tergantung bagaimana sistem ini akan efektif bekerja, dan konsistensi pemerintah dalam menegakkan aturan melalui sistem ini. Performa layanan digital dan akses online juga harus di-maintenance dengan baik,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×