kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tak cukup online, verifikasi dan sinkronisasi data wajib ada di sektor minerba


Minggu, 04 November 2018 / 18:01 WIB
Tak cukup online, verifikasi dan sinkronisasi data wajib ada di sektor minerba
ILUSTRASI. Ilustrasi Kementerian ESDM


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aplikasi Mineral Online Monitoring System (MOMS) telah diluncurkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jum’at (2/11) lalu. Aplikasi ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan produksi, penjualan dan berbagai kewajiban dari perusahaan mineral dan batubara (minerba).

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, berbeda dari metode sebelumnya yang mengandalkan laporan bulanan, melalui aplikasi yang mulai aktif pada 1 November 2018 ini, perusahaan minerba diwajibkan mengisi data produksi hingga penjualan dalam laporan harian.

Sehingga, Kementerian ESDM dan high level leader perusahaan yang memiliki akses ke dalam MOMS bisa meng-update data dan melakukan pengawasan secara real time. “Sesuai dengan kebutuhan data dan tuntutan kondisi saat ini, yakni pengawasan yang cepat dan akurat. Up to date, dengan data real-time setiap perusahaan,” ujar Bambang.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai positif adanya aplikasi ini. Menurut Hendra, pelaporan semacam ini bisa meningkatkan kemudahan dan mendorong keterbukaan. “Apalagi Indonesia juga berkomitmen mendorong transparansi penerimaan negara dari industri ekstraktif,” kata Hendra.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah. Ia menyebut, sistem monitoring semacam ini semestinya bisa menutup berbagai kelemahan dari sistem kontrol sebelumnya, mengingat kelemahan tersebut bisa menjadi celah terjadinya kerugian negara. “Misalnya, dari tidak adanya pelaporan produksi dan penjualan atau laporan yang under-value, serta royalti yang kurang tepat dalam penghitungan,” ujarnya.

Soal indikasi dan celah timbulnya kerugian negara ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah menemukan adanya data yang tidak sinkron, baik antar kementerian di Indonesia, maupun dengan data dari negara penerima ekspor minerba, khususnya batubara.

Selama periode 2006-2016, Koordinator Divisi Riset ICW Firdaus Ilyas menjelaskan, pemerintah tidak memiliki data yang sama soal volume ekspor batubara. Dalam periode tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat volume ekspor batubara sebesar 3.421,6 juta ton, sedangkan menurut catatan Kementerian ESDM ialah 2.902,1 juta ton atau ada silisih 519,6 juta ton.

Perbedaan data juga terjadi jika dibandingkan dengan negara pembeli dalam periode yang sama, yakni sebanyak 3.147,5 juta ton, atau 274,2 juta ton lebih rendah dibandingkan dengan data dari Kemdag.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×