Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Terpisah, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak mengatakan, faktor lain yang penting menjadi pertimbangan adalah keseimbangan di industri migas.
Sebab meski di satu sisi program HGBT menjadi berkah bagi sektor industri penerima, di sisi lain pada saat yang sama kebijakan ini menekan industri hulu migas (upstream), industri tengah migas (midstream), dan downstream (hilir) migas sebagai penyalur.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tegaskan Harga Gas Khusus Industri Tetap US$ 6 per MMBTU
Terlebih saat ini perekonomian Indonesia sudah terlepas dari potensi resesi akibat krisis pandemi yang sudah berlalu itu.
“Untuk kondisi saat ini yang sudah berlangsung normal dan pertumbuhan ekonomi relatif terjaga, serta tidak ada tujuan tujuan khusus akibat darurat pandemi, maka sudah saatnya kebijakan HGBT tersebut dikaji ulang dan diselaraskan dengan program transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan,” ungkapnya, baru-baru ini.
Apalagi, lanjut Ali, keberlanjutan bisnis migas dari hulu hingga hilir mesti dijaga keseimbangannya supaya rantai pasok berjalan baik.
“Bagi sektor di atasnya (upstream dan midstream) itu jangka panjang akan menimbulkan masalah besar karena harga tidak sesuai mekanisme pasar,” tegasnya.
Ditambah lagi fakta bahwa serapan gas HGBT tidak mencapai 100 persen dari total alokasi sebagaimana disampaikan Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi.
Baca Juga: Kebijakan Harga Gas Industri Tak Maksimal
Adapun total alokasi volume yang disediakan pemerintah tertuang dalam Kepmen ESDM No 91 tahun 2023.
Total alokasi volume gas untuk HGBT di 2023 yakni 2.541 billion british thermal unit per day (BBTUD). Namun, realisasi penyerapan sementara hanya 1.883 BBTUD atau setara 74 persen.
"Realisasi serapan volume gas HGBT 2023 sebesar 74 persen dari volume alokasi Kepmen, data masih unaudited. Untuk keseluruhan industri pengguna seperti listrik, pupuk. Detailnya belum bisa disampaikan karena masih direkonsiliasi," terangnya.
Kurnia juga menyoroti bahwa tertekannya hulu migas karena HGBT perlu mendapat perhatian serius.
Meskipun pada prinsipnya SKK Migas konsisten mendukung HGBT agar dapat memberikan nilai tambah dan produktivitas industri dalam negeri sehingga mampu kompetitif sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
"Hal tersebut dilakukan dengan tetap menjaga keekonomian hulu migas sehingga tetap menimbulkan daya tarik investasi hulu migas yang juga sangat penting," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News