kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tata ulang 3G bisa kembali dilakukan


Rabu, 23 Oktober 2013 / 06:30 WIB
Tata ulang 3G bisa kembali dilakukan
ILUSTRASI. Return reksadana pasar uang bakal meningkat diuntungkan kenaikan bunga.


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Setelah selesai menata ulang kanal generasi ketiga (3G) pekan ini, pemerintah berencana kembali menata ulang di frekuensi 2.100 MegaHertz (MHz). Langkah ini diambil sebagai akibat dari rencana merger XL Axiata dengan Axis.

Anggota Kajian Tim Teknis Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk merger XL-Axis Ridwan Effendy menyatakan, ada beberapa skenario yang disiapkan tim teknis sebagai rekomendasi terkait penataan ulang setelah terjadi merger antara XL dengan Axis. "Kami targetkan bisa selesai pada akhir bulan ini. Tapi, untuk kemajuannya, saya kurang tahu seperti apa karena baru pulang dari Jenewa," kata dia kepada KONTAN, Selasa (22/10).

Yang jelas, skenario rekomendasi awal adalah pengembalian frekuensi. Bisa frekuensi XL yang dikembalikan, bisa pula frekuensi Axis yang dikembalikan.

Nah, pengembalian frekuensinya pun belum diputuskan apakah frekuensi di 2G pada 1.800 MHz (CDMA) atau di 3G pada 2.100 MHz (GSM). "Waktu itu, ada bahasan untuk mengembalikan satu blok, yaitu 5 MHz di 2.100 MHz atau yang di 1.800 MHz itu. Tapi, belum diputuskan," papar Ridwan.

Sementara itu, menurut Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono, jika hasil dari kajian pemerintah adalah mengambil frekuensi, maka memang perlu dilakukan tender kembali. "Karena frekuensi itu kan sumber daya negara yang terbatas dan harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Jadi, tak boleh ada frekuensi yang kosong. Harus diisi dan dimaksimalkan," ucapnya.

Setelah adanya proses tender, tata ulang frekuensi baru bisa dilakukan. Tapi, Nonot menekankan agar langkah ini menunggu hasil kajian dari pemerintah. Yang penting, menurutnya, apabila terjadi tata ulang kembali, perlu diperhatikan peluang bisnis bagi para operator seluler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×