Reporter: Leni Wandira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) khawatir dengan dampak kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk komponen otomotif Indonesia.
GIAMM menilai kebijakan ini berpotensi merugikan industri komponen otomotif nasional dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis untuk menghadapinya.
Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki mengatakan, ekspor komponen otomotif Indonesia ke Amerika Serikat saat ini menempati posisi kedua terbesar setelah Jepang.
"Ini tentu berdampak besar bagi industri kita, karena sebelumnya tarif masuk ke AS relatif kecil. Sementara produk Amerika yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi," kata Basuki dalam keterangan resmi, Minggu (6/5).
Baca Juga: Soal Tarif Resiprokal Trump, Begini Tanggapan Industri Makanan Minuman Indonesia
Sebagai solusi jangka pendek yang lebih adil, GIAMM mengusulkan penerapan pendekatan timbal balik atau *reciprocal tariff*.
"Kalau mereka kenakan tarif tinggi, kita pun perlu menyesuaikan. Tarif dibalas tarif. Tapi juga jangan lupa opsi lain seperti menurunkan tarif untuk produk AS agar terjadi keseimbangan," ujarnya.
Selain itu, GIAMM juga menyoroti potensi banjirnya produk komponen otomotif murah dari Tiongkok ke pasar Indonesia, terutama setelah kebijakan dagang Amerika terhadap Tiongkok yang dapat memicu peningkatan volume impor dari negara tersebut.
Produk-produk murah, khususnya untuk kebutuhan aftermarket, berisiko mereduksi daya saing produk lokal Indonesia.
Sebagai langkah perlindungan, GIAMM mendorong penerapan hambatan non-tarif, seperti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI), untuk menjaga kualitas dan daya saing produk lokal.
“Kami percaya kebijakan ini bisa menjadi salah satu cara untuk melindungi industri nasional dari serbuan barang impor yang tidak kompetitif,” tambah Basuki.
Meskipun ada tantangan, Basuki tetap optimis bahwa pasar Amerika Serikat masih terbuka bagi produsen dalam negeri.
"Selama tarif yang dikenakan terhadap Tiongkok tidak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih punya peluang untuk bersaing," kata Basuki.
Baca Juga: Efek Tarif Resiprokal 32% Donald Trump, Penerimaan Pajak Bisa Hilang Rp 10 Triliun
Selanjutnya: Peluang Bisnis Jasa Transportasi Masa Depan, Pemain yang Ditelan Bumi Bangkit Kembali
Menarik Dibaca: Apakah Leher Belakang Sakit Tanda Kolesterol Tinggi? Ini Jawabannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News