Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bisnis Wilmar International Limited di Indonesia kian menggurita. Tak cuma di bisnis sawit dan produk turunannya, kelompok usaha yang didirikan Martua Sitorus dan Kuok Khoon Hong itu juga kian memperkuat penetrasinya di bisnis terigu.
Lewat anak usahanya, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, Wilmar tengah membangun pabrik tepung terigu di Gresik, Jawa Timur. Jika tak ada halangan, fasilitas produksi tersebut bisa segera beroperasi tahun ini.
Wilmar mengucurkan investasi sekitar Rp 300 miliar hingga Rp 500 miliar untuk membangun dua lini produksi yang masing-masing berkapasitas 500 ton per hari. Dus, total kapasitas produksi pabrik tersebut mencapai 1.000 ton per hari. "Tahun ini, flour mill beroperasi," kata Hendri Saksti, Head of Operations in Indonesia Wilmar Group kala berkunjung ke redaksi KONTAN, Kamis (16/1).
Sejatinya, Wilmar bukanlah pemain baru di bisnis terigu tanah air. Pada 2010 silam, mereka telah mengakuisisi 20% saham FFM Berhad, salah satu perusahaan besar di industri terigu Malaysia. FFM memiliki lima pabrik terigu di Malaysia, satu di Indonesia, satu di Vietnam, dan satu lagi di Thailand.
Nah, khusus di Indonesia, FFM memiliki fasilitas produksi tepung terigu lewat PT Pundi Kencana. Pabriknya yang berlokasi di Cilegon, Banten berkapasitas sekitar 1.000 ton per hari.
Meski begitu, ekspansi Wilmar di bisnis terigu bukanlah tanpa hambatan. Catatan KONTAN, kebutuhan terigu domestik rata-rata 4,4 juta ton-5 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas terpasang pabrik terigu nasional sekitar 7 juta ton-8 juta ton. Alhasil, kapasitas terpakainya hanya sekitar 60%-70%.
Jual biodiesel
Di bisnis produk turunan sawit, Wilmar telah mengoperasikan pabrik biodiesel di Gresik. Dengan kapasitas produksi 2,6 juta ton, fasilitas produksi ini menjadi pabrik biodiesel berbasis sawit terbesar di dunia. "Yang dijual ke pemerintah 1 juta kiloliter (1 kl=0,353 ton)," kata Hendri.
Komisaris Wilmar Indonesia MP Tumanggor menyebut, rendahnya utilitas ini tidak terkait dengan pasokan CPO. Asal tahu saja, dari proyeksi produksi CPO 27,5 juta ton hingga 28 juta ton di 2014, hanya 8 juta ton yang dikonsumsi di dalam negeri, tidak termasuk untuk biodiesel.
Hendri bilang, kinerja keuangan Wilmar tahun 2013 tidak akan jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Penyebabnya, persaingan yang makin ketat lantaran semakin banyak perusahaan yang bermain di sektor hilir agribisnis. Selain itu, harga CPO juga masih tertekan. Faktor serupa juga akan membayangi kinerja mereka tahun ini.
Hendri belum bersedia menyebut proyeksi kinerja 2013 dan 2014. Alasannya, sebagai perusahaan publik yang terdaftar di bursa Singapura, mereka tidak bisa sembarangan mengumbar informasi. Wilmar baru akan mengumumkan laporan keuangan 2013 pada 20 Februari 2014. "Tunggu RUPS bulan Februari, termasuk untuk ekspansi tahun ini," kata Hendri.
Sebagai patokan, per 31 Desember 2012, pendapatan Wilmar International mencapai US$ 45,463 miliar. Sekitar 99,36%, atau setara dengan US$ 45,174 miliar pendapatan berasal dari penjualan produk agribisnis dan turunannya, seperti sawit, gula, minyak kelapa, serta komoditas agri lainnya. Sementara, laba bersihnya mencapai sekitar
US$ 1,25 miliar.
Hendri bilang, kontribusi bisnis di Indonesia terhadap pendapatan grup hanya sekitar 15%-20%. Sebagai catatan, selain di Indonesia, bisnis Wilmar tersebar di berbagai seperti Malaysia, Australia, China, hingga Maroko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News