Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Komite Pengamanan Perdagangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengumumkan kajian ulang (reviews) terhadap kebijakan safeguard (pengamanan perdagangan) yang dikeluarkan oleh sejumlah negara salah satunya yang dikeluarkan Indonesia. Alasanya, WTO telah menerima adanya keberatan dari Uni Eropa soal safeguard yang ditetapkan oleh Indonesia terhadap beberapa jenis produk baja.
“Uni Eropa menyatakan keprihatinan tentang inisiasi Indonesia penyelidikan tentang upaya perlindungan pada kawat terdampar, tali dan kabel,” jelas rilis dari WTO yang diterima KONTAN, kemarin (29/4).
Dalam rilis itu dijelaskan, WTO akan melakukan review terhadap atas 42 kebijakan penyelidikan safeguard lainnya yang dikeluarkan oleh negara anggota WTO.
Keberatan Uni Eropa tersebut dikarenakan adanya tindakan penyelidikan safeguard oleh Komite Pengaman Perdagangan Indonesia (KPPI) sedang melakukan penyelidikan terhadap 3 kasus safeguard pada produk baja.
Tapi dari 3 kasus tersebut, data KPPI menyebutkan volume impor dari Uni Eropa relatif kecil dan tidak sebesar realisasi impor dari China. Empat jenis produk baja yang sekarang dalam status penyelidikan tersebut adalah, kawat bindrat, kawat seng, dan tali kawat baja.
Namun, dari data yang diperoleh dari KPPI, volume impor dari ke-4 produk tersebut menunjukan realisasi impor dari Eropa relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara Asian lainnya seperti Thailan dan China.
Salah satu produk yang dinyatakan dalam penyelidikan safeguard oleh KPPI yaitu tali kawat baja misalnya, diimpor terbesarnya datang dari China sebesar 90,67, sisanya adalah Singapura 5,61%, Jerman 0,96%, Jepang 0,16%, Belgia 0,13%, Amerika Serikat 0,02%, Australia 0,01%, lain-lain 2,44%. Sewaktu diumumkan penyelidikannya, impor tali kawat baja ini mengacam produk dalam negeri.
Sedangkan kawat bindrat yang juga berstastus penyelidikan safeguard, paling banyak di impor dari Thailand yang menguasai impor sebesar 42,5%, kemudian disusul dari China 28,73%, Singapura 9,78%, Filipina, 7,58%, Hongkong 3,12%, Asutralia 2,8% dan Jerman 1,05%. Alasan penyelidikan safgueard dari KPPI juga sama, yakni mengancam keberlangsungan industri kawat bindrat dari dalam negeri.
Sedangkan untuk impor kawat seng yang terbesar adalah dari China yang menguasai pasar impor 87,4% disusul Malaysia 8,28% dan Australia 2,61%. Namun, dari data KPPI menyebutkan tidak terdapat kawat seng yang diimpor dar Uni Eropa.
Sekretaris Eksekutif KPPI Djoko Mulyono mengakui adanya keberatan dari Uni Eropa terhadap kebijakan Safguard tersebut. Keberatan yang menjadi keprihatinan Eropa tersebut menurutnya sudah sampai ke KPPI, tetapi saat ini sedang dibahas. “Meraka pertanyakan soal bagaimana prosedur penetapan kebijakan tersebut,” kata Djoko.
Sayangnya Djoko belum mau berkomentar lebih jauh kebijakan tersebut, menurutnya pekan depan dirinya akan mempersiapkan jawaban yang akan menjadi jawaban atas keberatan dari Eropa itu. Menurutnya, penjelasan yang akan diberikan akan dilakukan secara bilateral dengan Uni Eropa. “Nanti saya siapkan jawaban yang mendetail,” janjinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News