Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai rencana penerapan Terminal Booking System di Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan dan antrean panjang. Namun implementasinya harus didukung dengan otoritas pelabuhan yang kuat dan mekanisme damage control ketika terjadi lonjakan arus barang.
Ketua Umum ALI Mahendra Rianto menjelaskan, kemacetan yang sempat terjadi pada 16 April 2025 lalu menunjukkan bahwa pengelolaan arus truk kontainer masih menghadapi kendala serius.
Menurutnya, sistem pemesanan jadwal (booking) bagi truk yang akan mengambil peti kemas memang dapat menertibkan lalu lintas di dalam pelabuhan. Namun, potensi bottleneck di luar pelabuhan tetap harus diantisipasi.
Baca Juga: Sudah Layani 200 Ribuan Unit Kendaraan, Pelabuhan Patimban Jadi Alternatif Priok
“Di dalam pelabuhan sistem ini mungkin bisa berjalan, tetapi bagaimana dengan di luar pelabuhan? Harus ada semacam damage control unit, yang bisa cepat mengambil keputusan saat terjadi penumpukan, sehingga tidak menimbulkan kemacetan panjang,” ujar Mahendra kepada Kontan, Rabu (20/8/2025).
Ia menekankan bahwa kesiapan infrastruktur di Tanjung Priok sudah terbatas dan tidak bisa diubah lagi. Lokasi penumpukan peti kemas kosong, impor, maupun ekspor yang tersebar di berbagai titik sekitar Priok, menurutnya, memang membuat lalu lintas kontainer kerap padat.
Oleh karena itu, otoritas pelabuhan harus diberi kewenangan untuk membuka jalur alternatif atau menambah kapasitas layanan ketika terjadi gangguan.
Mahendra mencontohkan praktik di jalan tol, di mana ketika terjadi antrean di gerbang pembayaran, petugas bisa “jemput bola” dengan menyiapkan mekanisme pembayaran manual atau membuka jalur tambahan.
"Konsep seperti itu yang harus ada di pelabuhan. Jangan hanya menunggu sistem macet, tapi otoritas harus bisa mengambil diskresi membuka jalur tambahan untuk truk kontainer,” jelasnya.
Dari sisi biaya, ia mengingatkan risiko terjadinya hidden cost apabila keterlambatan di pelabuhan membuat kontainer tidak dapat segera diberangkatkan. Keterlambatan di Priok, kata Mahendra, bisa berdampak domino hingga ke hub regional seperti Singapura.
Baca Juga: Biaya Logistik Indonesia Tertinggi di ASEAN, Asosiasi Logistik Ungkap Penyebabnya
Kapal pengumpan (feeder) yang terlambat masuk dapat kehilangan koneksi ke kapal utama menuju pasar ekspor besar, sehingga menimbulkan biaya tambahan bagi eksportir maupun perusahaan logistik.
“Ketika truk tertahan berjam-jam, perusahaan angkutan kehilangan pendapatan harian, sementara biaya operasional seperti gaji sopir dan bahan bakar tetap jalan. Itu beban tambahan yang tidak tercatat dalam laporan resmi, tapi nyata menekan daya saing,” tegasnya.
ALI juga mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kelancaran arus logistik dari sektor-sektor yang menghasilkan devisa, seperti industri ekspor.
Mahendra mengusulkan pembentukan otoritas logistik nasional yang memiliki kewenangan penuh mirip dengan Port of Singapore Authority (PSA) di Singapura agar kebijakan pengelolaan pelabuhan lebih responsif, terintegrasi, dan berorientasi pada efisiensi rantai pasok.
“Kalau ada otoritas yang kuat, setiap gangguan bisa segera direspons. Dengan begitu, ekosistem ekspor kita bisa lebih efisien dan daya saing Indonesia meningkat,” pungkas Mahendra.
Baca Juga: KSOP Priok&Jakarta International Container Terminal Perkuat Kinerja Layanan Pelabuhan
Selanjutnya: Ekonom Ungkap Risiko Penarikan Utang Jumbo Pemerintah Rp781,87 Triliun pada 2026
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Besok Kamis 21 Agustus 2025: Keuangan & Karier Leo Menjanjikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News