Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkuat poin kewajiban reklamasi dan pascatambang dalam UU No. 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pada dasarnya para pelaku usaha tambang batubara mendukung adanya penguatan kewajiban reklamasi dan pascatambang yang diatur dalam UU No 3/2020.
Baca Juga: Baru paparkan proyeksi ICP, Komisi VII tunda raker dengan Menteri ESDM, apa sebabnya?
Hanya saja, APBI masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) terkait mekanisme kewajiban tersebut. Terlebih lagi, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang tak hanya menjadi urusan Kementerian ESDM, melainkan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri karena aturan yang diberlakukan selama ini tampak berbeda-beda. “Tolak ukur keberhasilan reklamasi juga berbeda antara Kementerian ESDM dan KLHK,” ujar Hendra, Senin (22/6).
Sekadar catatan, selain melalui UU Minerba, aturan mengenai reklamasi dan pascatambang sebenarnya juga tercatat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2010. Di samping itu, ia berharap aturan turunan mengenai kewajiban reklamasi dan pascatambang bisa mengakomodasi praktik terbaik atau best practice yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tambang.
Ini mengingat karakteristik tiap perusahaan tambang berbeda-beda. Dalam hal ini, ada perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang cadangan atau kemampuan produksinya masih tergolong rendah, namun ada juga yang sebaliknya.
Baca Juga: Ingat, perusahaan tambang wajib reklamasi kalau tidak denda Rp 100 miliar
Kondisi demikian mempengaruhi cara perusahaan tersebut dalam melakukan reklamasi ataupun kegiatan pascatambang. “Biasanya reklamasi mengacu pada studi kelayakan masing-masing tambang. Ini pun berbeda-beda dan tidak bisa digeneralisir sehingga perlu dibahas lebih lanjut,” ungkap Hendra.
Sebagai informasi, dalam UU Minerba No. 4 Tahun 2009 pasal 100, pemegang IUP dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang.
Kemudian, jika pemegang IUP dan IUPK tidak melaksanakan reklamasi sesuai dengan rencana yang telah disetujui, maka menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan tersebut.
Baca Juga: Lewat UU Minerba baru, pemerintah perkuat kewajiban reklamasi dan pascatambang
Adapun dalam UU Minerba No. 3 Tahun 2020, pemegang IUP dan IUPK yang izin usahanya dicabut atau berakhir tapi tidak melaksanakan reklamasi/pascatambang atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi/pasca tambang dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Selain sanksi pidana, pemegang IUP dan IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban reklamasi dan/atau pascatambang yang menjadi kewajibannya. Usai menerbitkan UU tersebut, pemerintah juga sedang menggodok tiga rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang salah satunya mengenai reklamasi dan pascatambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News