Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menyambut positif kepastian berlanjutnya kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri pada 2025. Walau begitu, adanya kenaikan tarif HGBT tahun ini berpotensi menimbulkan risiko bagi dunia usaha.
Seperti yang diketahui, perpanjangan HGBT tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 76.K/MG.01/MEM.M/2025 yang berlaku surut sejak 1 Januari 2025. Adapun tarif HGBT kali ini naik dari US$ 6,5 per MMBTU menjadi US$ 7 per MMBTU.
Ketua Umum AKLP Putra Narjadin menyampaikan, pihaknya berterima kasih kepada pemerintah atas terbitnya regulasi yang memastikan kebijakan HGBT pada 2025. Pada dasarnya, industri hulu kaca nasional merupakan industri padat modal yang dalam kegiatannya perlu perencanaan produksi untuk satu tahun mendatang.
Lantas, perubahan kebijakan HGBT yang menjadi salah satu komponen biaya yang cukup besar tentu akan sangat berdampak terhadap perencanaan produksi kaca tersebut. “Yang kami harapkan adalah konsistensi dari kebijakan pemerintah dan tidak adanya gejolak-gejolak besar,” kata dia, Kamis (6/3).
Baca Juga: HGBT Diperpanjang, Pelaku Industri Minta Kepastian Pasokan Gas
Usai adanya kepastian program HGBT, pemerintah perlu memperhatikan masalah Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) yang tak kunjung selesai. Selama ini, penerapan HGBT pun belum optimal lantaran kebijakan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang memberlakukan AGIT sejak Mei 2024. Jika penggunaan gas melebihi AGIT, maka pelaku usaha dikenakan harga gas normal.
AKLP pun tidak ingin kenaikan tarif HGBT sebesar US$ 7 per MMBTU masih disertai kebijakan PGN untuk periode Januari—Maret 2025 dengan pembatasan kuota gas sekitar 60%—70%, di mana selebihnya akan dikenakan surcharge senilai US$ 16,77 per MMBTU.
Putra juga menilai, tarif HGBT senilai US$ 7 per MMBTU belum cukup ideal bagi pelaku usaha maupun calon investor asing. Pemerintah mestinya mengkaji masalah Indonesia yang menerapkan harga gas yang jauh lebih tinggi dari harga rata-rata internasional sekitar US$ 3,21 per MMBTU, padahal negara ini memiliki cadangan gas bumi terbesar di Asia Tenggara.
Indonesia memiliki cadangan gas bumi terbesar di Asia Tenggara seiring penemuan sumber daya gas di Wilayah Kerja South Andaman dan Geng North. Berdasarkan data Rystad Energy, Indonesia diperkirakan memiliki sumber daya gas lebih dari 100 trillion cubic feet (TCF). Angka ini mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara.
“Lalu, kenapa harga gas di Indonesia sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga gas industri di Malaysia yang mencapai US$ 4,5 per MMBTU, di Thailand US$ 5,5 per MMBTU, dan di Vietnam sekitar US$ 6,39 per MMBTU?” Ungkap Putra.
Baca Juga: Industri Gelas Kaca Harap Kebijakan HGBT Terbaru Diterapkan Secara Penuh
Investor asing pun belum tentu tertarik dengan tarif HGBT sebesar US$ 7 per MMBTU. Mereka juga ingin melihat konsistensi atas kebijakan pemerintah terkait HGBT.
Memang, industri kaca nasional telah kedatangan dua investor baru dari Korea Selatan dan China yang telah berinvestasi triliunan rupiah dan memulai produksinya pada 2025. Namun, kata Putra, perlu diingat bahwa investor tersebut masuk dengan mengacu pada program HGBT sebelumnya atau ketika harga gas industri itu masih US$ 6,5 per MMBTU.
Selanjutnya: Kejagung Bantah Ada Fakta Keterlibatan Erick Thohir dan Boy di Kasus Minyak Pertamina
Menarik Dibaca: Katalog Promo JSM Alfamidi Spesial Ramadan Hanya 4 Hari Periode 6-9 Maret 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News