Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Amerika Serikat (AS) untuk hengkang dari program pendanaan energi baru terbarukan (EBT) yaitu Just Energy Transition Partnership (JETP), justru dinilai bisa membuka potensi pembiayaan dari negara lain, seperti negara-negara Timur Tengah hingga Afrika Utara.
Sebelumnya, kebijakan energi Presiden AS Donald Trump untuk menarik negaranya dari Perjanjian Iklim Paris atau Paris Climate Agreement ternyata berdampak pada pendanaan JETP.
AS yang sebelumnya menjadi nahkoda dalam program ini menyerahkan tanggung jawab kepada Jerman. Hal ini pun sudah dikonformasi oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo.
"Amerika Serikat secara resmi menarik diri dari Perjanjian Paris, dan dengan demikian, saya rasa mereka juga telah memberitahu bahwa mereka akan menarik diri dari JETP," kata Hashim dalam acara Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025 di Jakarta, Kamis (27/2).
Meski AS cabut, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengatakan terdapat potensi pembiayaan dari negara-negara Middle East and North Africa (MENA) dalam mendukung ambisi energi bersih Indonesia di tengah dinamika geopolitik global yang terus berubah.
Baca Juga: Tak Satu Dolar AS Pun Cair, Hashim Sebut Program JETP Gagal
"Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada pendanaan dari AS atau investasi dari Tiongkok; negara ini harus secara aktif mencari mitra alternatif, termasuk negara-negara MENA, untuk membiayai transisi energinya," ujar Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS di Jakarta, Kamis (27/02).
Menurut Muhammad Zulfikar Rakhmat, Direktur Indonesia-MENA Desk di CELIOS, peran MENA dalam pendanaan energi global terus berkembang, terutama melalui dana kekayaan negara (sovereign wealth funds), yang memberikan peluang investasi signifikan bagi Indonesia.
Beberapa dana terbesar, seperti Public Investment Fund (PIF) Arab Saudi dan Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), semakin mengalihkan fokus mereka ke teknologi, real estate, dan energi bersih.
"Negara-negara Timur Tengah secara aktif mengubah struktur ekonomi mereka untuk mengurangi ketergantungan pada minyak, menjadikannya mitra yang ideal bagi transisi energi Indonesia," kata Zulfikar.
Inisiatif Vision 2030 Arab Saudi dan Masdar dari UEA menegaskan kepemimpinan MENA dalam energi terbarukan, menempatkan kawasan ini sebagai pemain utama dalam transisi energi global.
Per 2023, total kapasitas listrik terpasang di Indonesia mencapai sekitar 91 GW, dengan PLN menyumbang 79,3%, penyedia listrik swasta 5,1%, dan Independent Power Producers (IUPTLS) 15,6%.
Meskipun Indonesia menargetkan Net Zero Emissions pada 2060, pencapaian ini membutuhkan pengurangan ketergantungan pada gas alam yang masih memiliki tantangan lingkungan. MENA menawarkan peluang investasi strategis bagi Indonesia dengan beberapa faktor utama.
Kawasan ini telah melakukan diversifikasi investasi secara signifikan, dengan negara-negara Teluk mengalokasikan $175 miliar untuk energi pada 2024, di mana 15% dialokasikan untuk energi terbarukan.
Hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan MENA, yang diperkuat melalui forum seperti G20 dan BRICS, juga menjadi dasar kokoh bagi kerja sama lebih lanjut.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Tagih Janji Pendanaan JETP untuk Pensiun Dini PLTU
Selain itu menurut peneliti di CELIOS, Yeta Purnama investasi di sektor energi terbarukan Indonesia berpotensi menciptakan output ekonomi senilai Rp 4.376 triliun dan membuka 19,4 juta lapangan kerja dalam dekade mendatang, sekaligus mengurangi emisi karbon serta biaya kesehatan.
"Bermitra dengan negara-negara MENA akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada satu sumber pendanaan dan memastikan ketahanan energi jangka panjang," ujar Yeta.
Sebagai tambahan, saat ini, energi terbarukan hanya menyumbang 9,58% dari total konsumsi energi Indonesia per 2023. Untuk mencapai Net Zero pada 2060, Indonesia membutuhkan investasi hingga $1 triliun, dengan fokus pada ekspansi infrastruktur jaringan listrik, penyimpanan baterai, serta manufaktur komponen energi bersih.
Baca Juga: Mundur dari Perjanjian Paris, Nahkoda Pembiayaan JETP Pindah dari AS ke Jerman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News