Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Bisnis Kondotel semakin menjanjikan bukan saja di lokasi kawasan wisata yang ada di Indonesia, melainkan juga kota-kota besar lainnya. Jakarta menjadi ibukota dari 34 provinsi di Indonesia yang sangat prospektif untuk bisnis kondominium hotel (kondotel).
Demikian dipaparkan GM Marketing Grand Orange Condotel Pasar Baru Ratdi Gunawan kepada Kompas.com , Selasa (21/10). Menurut dia, prospek kondotel semakin kuat, terutama jika lokasinya berada di lokasi premium.
"Bisa dipastikan, dengan lokasi premium itu tingkat okupansi hotel akan meningkat dan akan menghasilkan room rate yang juga tinggi. Pada akhirnya juga menghasilkan return on investment atau ROI yang tinggi," ujar Ratdi.
Dia mengatakan, semakin tinggi ROI didapatkan, maka semakin cepat pula pengembalian modal dari investasi hotel tersebut. Apalagi, jika investasi hotel itu berupa kondotel bersertifikat hak milik.
Saat ini, Grand Orange Condotel Pasar Baru merupakan hotel bintang empat dengan sertifikat hak milik (strata title) di kawasan dekat Istana Negara, Jakarta. Menurutnya, lokasi kondotel tersebut merupakan kawasan premium yang dikelilingi kantor-kantor pusat pemerintahan, kementerian, dan BUMN.
Sebelumnya, lanjut Ratdi, pihaknya juga menawarkan konsep investasi serupa di Bali, yaitu Kondotel Grand Orange Pandawa Beach. Kondotel tersebut merupakan salah satu contoh kondotel bersertifikart hak milik.
"Kenaikan harga tanah hak milik di Bali sekarang ini di atas 100% per tahun nya. Maka, jangan heran, banyak kondotel dipasarkan dengan sertifikat hak pakai 30 tahun saja, setelah 30 tahun kepemilikannya berakhir," kata Ratdi.
Ratdi mengatakan, untuk investor, pihaknya berani menawarkan angsuran 27 jutaan per bulan untuk memiliki salah satu unit Grand Orange Condotel Pasar Baru. Untuk kondotel bintang empat bersertifikat hak milik itu ia menjamin profit sharing hingga 80%.
"Di Bali lahan bersertifikat hak milik itu semakin terbatas sehingga harganya tinggi. Ini yang bikin bisnis kondotel semakin potensial, terutama kondotel bersertifikat hak milik, bukan sewa. Nah, ini juga berlaku di pusat kota Jakarta yang lahannya juga semakin mahal," kata Ratdi.
Penuh hotel
Hingga Juni 2014 lalu Jakarta disesaki 29.000 kamar hotel bintang tiga, empat dan lima. Cushman and Wakefield Indonesia menyebutkan, dari total jumlah kamar hotel tersebut 27% di antaranya merupakan hotel bintang tiga, 37% hotel bintang empat, dan 36% sisanya hotel bintang lima.
Secara geografis, menurut Senior Associate Director and Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia, Arief N Rahardjo, sekitar 60% dari total pasokan kamar hotel bintang 3 sampai 5 berada di central business district (CBD) Jakarta dan wilayah Jakarta Pusat.
"Sementara di Jakarta Barat, Utara, dan Selatan mencapai 15%, 11%, dan 10%. Peningkatan jumlah hotel tercatat di Jakarta Timur bersamaan dengan beberapa proyek dalam tahap pembangunan di sepanjang Jl DI Panjaitan dan Jl MT Haryono dalam merespon pembukaan kembali Bandara Halim Perdanakusuma sebagai penunjang bandara domestik komersial Jakarta," papar Arief kepada Kompas.com, Selasa (14/10/2014) pekan lalu.
Melesatnya jumlah pasokan kamar hotel baru, lanjut Arief, juga disertai pertumbuhan positif untuk average room rate (ARR) dan revenue per available room (RevPAR). Dalam mata uang asing (dollar AS), ARR hotel bintang 3 sampai 5, dan mewah meningkat sebanyak 19%, 6%, 8%, dan 12% per tahun menjadi US$43,1, US$63,9, US$144,5, dan US$190,9. (latief)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News