Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Senada dengan Lulie, Wakil Dekan Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Suwardi mengatakan, sawit, akasia dan karet sangat cocok untuk dikembangkan pada lahan gambut. Selain kemampuan beradaptasi untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lahan sulfat masam tersebut, ketiga tanaman itu mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Menurut Suwardi, sawit pertama kali dikembangkan masyarakat sebagai antisipasi kegagalan proyek nasional transmigrasi yang salah satu programnya untuk mengembangkan penanaman padi di lahan gambut pada tahun 1970-an.
Pada awal, penanaman padi memang berhasil. Namun setelah hampir 20 tahun produktivitas-nya turun tajam dari 5 ton per ha menjadi 1 ton per ha sehingga menjadi tidak ekonomis.
Untuk mengantisipasi kegagalan itu, petani beralih menanam sawit. Survei pada tahun 2000-an menunjukkan, sawit rakyat berhasil dikembangkan pada lahan gambut yang terdegradasi. Penanaman sawit tersebut juga mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara drastis.
“Di Jambi banyak petani sawit yang mampu membangun rumah-rumah bagus serta menyekolahkan anak-anak hingga ke perguruan tinggi,” katanya.
Dalam perjalanan selanjutnya, penanaman sawit dan akasia di lahan gambut dikembangkan swasta. Pengelolaan jenis tanaman ini dinilai berhasil karena produktivitasnya tinggi dan kondisi gambut tetap terjaga. Hal itu karena teknologi pengaturan air omotatis (ekohidro) yang diterapkan swasta sangat membantu ekosistem gambut tidak menjadi kering.