Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034 yang memprioritaskan 73% proyek pembangkit untuk swasta atau independent power producer (IPP) mendapat tanggapan dari Dewan Energi Nasional (DEN).
Sekretaris Jenderal DEN Dadan Kusdiana menegaskan, keterlibatan IPP dilakukan dengan tetap menempatkan PLN sebagai pengendali utama dalam penyediaan listrik nasional.
"Pasokan, transmisi, dan distribusi tetap dalam pengendalian penuh PLN. Seluruh kontrak jual beli listrik juga harus mendapat persetujuan pemerintah, sehingga baik PLN maupun IPP tidak bisa semena-mena membuat perjanjian," kata Dadan kepada Kontan, Selasa (30/9).
Dadan menambahkan, daya beli masyarakat dan kemampuan pemerintah tetap menjadi pertimbangan utama dalam menentukan kerja sama dengan IPP, selain faktor keekonomian dan keandalan pasokan listrik.
Baca Juga: BUMD Papua Bakal Kecipratan Saham Freeport Indonesia
Sebelumnya, DPP Serikat Pekerja (SP) PT PLN menggugat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 188.K/TL.03/MEM.L/2025 tertanggal 26 Mei 2025 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan ini mempersoalkan dominasi IPP dalam dokumen RUPTL dengan nilai investasi mencapai Rp 1.566 triliun.
Serikat pekerja menilai porsi besar IPP membuka jalan privatisasi sektor listrik, yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2003 dan 2023. Putusan MK menegaskan negara wajib memegang kendali utama penyediaan listrik, dan PLN tidak boleh diprivatisasi.
Ekonom Senior Core Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai keterlibatan IPP wajar, mengingat keterbatasan finansial PLN. Namun, ia mengingatkan risiko ketergantungan PLN pada IPP, terutama akibat skema take or pay yang bisa membebani keuangan jika permintaan listrik meleset dari proyeksi.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menambahkan, secara formal RUPTL tidak melanggar konstitusi karena transmisi dan distribusi tetap dikuasai PLN. Namun, ia menilai dominasi IPP hingga 73% bisa membuka celah privatisasi.
"Idealnya porsi IPP 50% agar keseimbangan tetap terjaga," ujar Bisman.
Hingga berita ini diturunkan, KONTAN belum mendapatkan tanggapan resmi dari pejabat Kementerian ESDM maupun manajemen PLN terkait gugatan tersebut.
Baca Juga: Menteri Bahlil Ungkap Tahap Akhir Divestasi Saham Freeport Diputuskan Oktober
Selanjutnya: Solusi Bangun Indonesia (SMCB) Cetak Pendapatan Rp 4,97 Triliun di Semester I-2025
Menarik Dibaca: 6 Film Terbaik Ghibli yang Wajib Ditonton Penggemar Animasi Jepang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News