kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.959.000   16.000   0,82%
  • USD/IDR 16.304   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.533   43,20   0,58%
  • KOMPAS100 1.070   7,34   0,69%
  • LQ45 793   -2,68   -0,34%
  • ISSI 254   0,66   0,26%
  • IDX30 409   -1,29   -0,31%
  • IDXHIDIV20 467   -2,82   -0,60%
  • IDX80 120   -0,30   -0,25%
  • IDXV30 124   0,09   0,07%
  • IDXQ30 131   -0,56   -0,43%

Ekosistem Pertembakauan Meminta RDPU RUU Omnibus Kesehatan


Rabu, 31 Mei 2023 / 09:52 WIB
Ekosistem Pertembakauan Meminta RDPU RUU Omnibus Kesehatan
ILUSTRASI. Petani memanen tembakau di Cilaja, Desa Girimekar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto tak memungkiri bahwa penerimaan negara cukup besar berasal dari kontribusi CHT sekitar 10%-13% dari porsi APBN selama lima tahun terakhir.

Oleh karena itu, menurut Nirwala, alangkah bijak bila dalam setiap regulasi berkaitan dengan pertembakauan, yang dibutuhkan adalah evaluasi implementasi. Bukan dengan mengubah atau membuat regulasi baru. 

Ali Rido, Pengamat Hukum Universitas Trisakti berpandangan polemik Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan jelas bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI). Mengutip pandangan MK bahwa ekosistem pertembakauan adalah entitas yang legal maka dibutuhkan perlindungan seperti perlinduangan hukum dan pemenuhan. 

"Hukum telah menegaskan bahwa ekosistem pertembakauan adalah konstitusional yang harus dilindungi. Maka, ketika muncul pasal 154 mengenai Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan, yang membuat tembakau satu rumpun, satu golongan dengan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol menjadi sangat tidak logis. Bagaimana bisa mengelompokkan entitas yang legal dan tidak legal," tegas Ali Rido. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×