kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.376   -93,00   -0,56%
  • IDX 7.767   -100,50   -1,28%
  • KOMPAS100 1.088   -13,98   -1,27%
  • LQ45 784   -16,21   -2,03%
  • ISSI 267   -1,56   -0,58%
  • IDX30 406   -8,34   -2,01%
  • IDXHIDIV20 474   -8,53   -1,77%
  • IDX80 119   -2,14   -1,77%
  • IDXV30 130   -1,94   -1,47%
  • IDXQ30 131   -2,37   -1,77%

Eks Bos SKK Migas Sebut Dua Tantangan Penerapan Jargas Rumah Tangga


Senin, 08 September 2025 / 14:22 WIB
Eks Bos SKK Migas Sebut Dua Tantangan Penerapan Jargas Rumah Tangga
ILUSTRASI. Warga memeriksa jaringan gas rumah tangga yang terpasang di rumahnya di kawasan Paku Jaya, Tangerang Selatan, Banten, Senin (28/7/2025). PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mencatat sudah lebih dari 820 ribu Sambungan Rumah Tangga (SR) gas bumi terpasang di 18 provinsi dan 74 kabupaten/kota hingga pertengahan tahun 2025. Jargas rumah tangga telah menyumbang penghematan subsidi negara hingga Rp 1,7 triliun per tahun./pho KONTAN/CArolus Agus Waluyyo/28/07/2025


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memperluas pembangunan jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga. 

Namun, pendiri Dwi Soetjipto Research Center (DSRC) sekaligus mantan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkap dua tantangan utama dalam penerapan jaringan gas (jargas) di Indonesia.

"Tantangan program jargas yang utama terkait harga jual dan kepercayaan masyarakat," ungkap dia kepada Kontan, Senin (8/9/2025).

Menurut Dwi, terkait kepercayaan masyarakat agar beralih dari penggunaan gas LPG 3 kg ke menggunakan gas yang berasal dari jargas, masih terkendala adanya anggapan harga yang mahal dan jaminan keamanan.

"Sebagian masyarakat kita, masih beranggapan bahwa harga jargas itu mahal dan ketakutan akan safety," tambah dia.

Baca Juga: Ditjen Migas Siapkan Pembangunan Jargas Rumah Tangga 2025–2026

Padahal, kata Dwi, jargas yang berasal dari gas alam lebih aman dibandingkan LPG, baik LPG 3 kg maupun non-subsidi dengan seperti LPG 12 kg atau lebih.

Memang, jika melihat data dari Kementerian ESDM, jargas yang berasal dari gas alam lebih aman digunakan karena memiiki berat jenis yang ringan sehingga jika terjadi kebocoran akan langsung menguap.

Adapun, jika dibandingkan tekanannya, tekanan gas alam yang keluar cenderung sangat kecil yaitu sekitar 0,02 bar, jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan tekanan gas LPG yang sekitar 8 bar.

Lebih lanjut, Dwi menekankan, jika peralihan mayoritas berasal dari pengguna LPG 3 kg atau gas subsidi, maka pemerintah harus memastikan harga jual jargas yang lebih kompetitif.

"Jika dibandingkan dengan LPG subsidi 3 kg, memang harga jual gas lewat jargas harus didorong lebih kompetitif," katanya.

Lalu, bagi daerah yang jargasnya sudah cukup masif terutama di pulau Jawa, secara perlahan kuota LPG 3 kg di daerah tersebut dapat dikurangi. 

"Ini dilanjutkan dengan proses distribusi LPG 3 kg secara tertutup langsung kepada yang berhak," ungkapnya.

Harga gas di hulu juga harus dijaga kompetitif, seperti upaya pemerintah memberikan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri tertentu.

"Skema menjaga harga gas hulu yang kompetitif untuk jargas dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal yang mendukung keekonomian gas di hulu maupun realokasi subsidi energi yang cerdas," kata Dwi.

Baca Juga: Ditjen Migas Siapkan Pembangunan Jargas Rumah Tangga 2025–2026

Subsidi Harus Lebih Tepat Sasaran

Ke depan, pemerintah harus memiliki keberanian untuk merealokasi subsidi energi yang lebih tepat sasaran, serta melakukan perubahan sistem distribusi yang lebih tepat.

"Keberadaan Koperasi Merah Putih (KMP) yang ada di setiap desa/kelurahan diharapkan dapat menjadi pintu masuk untuk distribusi LPG 3 kg yang lebih efektif dan tepat sasaran," ujar Dwi. 

Untuk menyukseskan target jargas hingga 1 juta sambungan di tahun 2026, Dwi menambahkan perlu adanya peningkatkan pemahaman publik mengenai jargas. 

"Edukasi publik mengenai hal ini harus masif dilakukan, terutama pada area yang akan menjadi titik penyebaran jargas. Sehingga masyarakat bisa lebih memahami bahwa jargas lebih murah, lebih aman, lebih praktis, dan ramah lingkungan dibandingkan dengan LPG," ungkapnya.

Sebagai gambaran, program jaringan gas (jargas) mulai dibangun dengan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak tahun 2009. Yang terbaru, melalui Kementerian ESDM, pemerintah menargetkan tambahan pembangunan jargas rumah tangga hingga 2026 mencapai 1 juta sambungan.

Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Siapkan Listrik dan Jargas untuk Program 3 Juta Rumah Baru

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan untuk mencapai target ini, pihaknya membutuhkan anggaran jargas dengan total mencapai Rp 5,8 triliun.

"Untuk jargas rumah tangga, targetnya 1 juta rumah tangga, tahun depan dianggarkan Rp4,8 triliun, kemudian tahun ini dianggarkan Rp1 triliun," ungkap Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR, Rabu (03/09/2025).

Dengan detail, tahun 2025 akan mulai dibangun jargas, mencakup 115.264.000 sambungan rumah (SR) dengan dana Rp 1 triliun. Dan dilanjutkan pada 2026, dengan pendanaan jargas dialokasikan sebanyak Rp 4,8 triliun.

Selanjutnya: 7,4 Juta Pelanggan KA Gunakan Layanan Face Recognition, KAI Hemat Rp 274 Juta

Menarik Dibaca: 7,4 Juta Pelanggan KA Gunakan Layanan Face Recognition, KAI Hemat Rp 274 Juta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×