Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pembangunan tempat penampungan dan regasifikasi terapung (floating storage and regasification unit/FRSU) tetap akan dibangun kendati belum ada kepastikan pasokan. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini mengatakan, pembangunan FSRU ini wajib dilakukan untuk menunjang pipanisasi yang menghubungan seluruh daerah.
Rudi mengatakan, bila pasokan dalam negeri tidak mencukupi maka opsi impor akan dipertimbangkan. “Bahwa suplainya bisa darimana saja tergantung harga dan ketersediaan pasokan serta pertimbangan bisnis," katanya, Senin (18/6).
Pemerintah berencana membangun sejumlah FSRU untuk mengamankan pasokan gas domestik. Saat ini, FSRU Jawa Barat dengan kapasitas 3 juta ton per tahun sudah mulai beroperasi.
Sementara revitalisasi Kilang Arun menjadi FSRU dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun. FSRU Lampung 1,5 – 2 juta ton per tahun dan FSRU Jawa Tengah 3 juta ton per tahun hingga sekarang belum mendapat kepastian pasokan.
Rudi mengatakan, produksi LNG nasional sebenarnya cukup untuk menutup seluruh kebutuhan FSRU. Sayang, Indonesia masih terikat sejumlah kontrak pasokan LNG dengan beberapa negara tetangga.
LNG dari Kilang Arun sebanyak 2 kargo dikirimkan ke Jepang dan 23 kargo ke Korea sepanjang tahun lalu. Sementara dari Kilang Bontang, 166 kargo dibeli Jepang, 24 kargo ke Korea, dan 32 kargo ke Taiwan. Kilang Tangguh mengirimkan LNG sebanyak 4 kargo ke Jepang, 21 kargo ke Korea, 35 kargo ke China, dan 55 kargo ke Amerika Serikat.
Karenanya, untuk sementara pasokan LNG dari domestik ini belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan FSRU. Tetapi, ke depan akan ada beberapa kontrak yang habis dimana LNG-nya bisa dimanfaatkan di dalam negeri. “Namun, bila ada kesempatan dapat harga LNG yang lebih murah justru kita harus pilih opsi impor,” kata Rudi.
Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi berpendapat, FSRU harus segera dibangun di Indonesia. Pembangunan FSRU yang tak kunjung rampung pun sebenarnya pemerintah juga tahu penyebab beserta solusinya. “Pemerintah harus tegas, kalau mereka berpikir strategis, proyek ini harus jadi. Namun, jika budaya instan dikedepankan, bisa saja pemerintah tidak akan melanjutkannya,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News