kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fundamental Prima Cakrawala Abadi (PCAR) melempem, begini penjelasan manajemen


Rabu, 15 Januari 2020 / 17:14 WIB
Fundamental Prima Cakrawala Abadi (PCAR) melempem, begini penjelasan manajemen
ILUSTRASI. pabrik olahan makanan laut seafood sea food seperti ikan udang rajungan PCA Foods dari?PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR)


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten yang bergerak di bidang pengolahan distribusi hasil perikanan (rajungan) PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR) mengalami penyusutan penjualan yang signifikan di 2019. Sejumlah permasalahan terjadi mulai dari lini produksi yang terganggu hingga permintaan yang lesu jadi biang keroknya. 

Direktur Utama Prima Cakrawala Abadi, Raditya Wardhana menjelaskan perusahaannya mencatatkan penurunan volume dan nilai penjualan ekspor dibandingkan tahun 2018. 

Baca Juga: Baru sehari dibuka, saham Prima Cakrawala Abadi (PCAR) kena suspensi lagi

"Volume penjualan ekspor hingga Desember 2018 mencapai 415.249 Kg atau setara dengan Rp 178,6 miliar. Adapun di sepanjang 2019 volume ekspor menjadi 200.757 kg atau senilai Rp 66 miliar di Desember 2019," jelasnya saat paparan publik di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (15/1). 

Jika melihat lebih jauh lagi pangsa pasar utama perusahaan yakni ke Amerika Serikat khususnya ke Florida dan Baltimore turun drastis hingga minus 51,9% dari sebelumnya 414.780 kilogram 2018 menjadi hanya 199.974 kilogram di 2019. Adapun pasar ekspor lainnya ke Bahrain dan Singapura tidak ada penjualan di sepanjang 2019.  

Meski demikian, Raditya mengakui perusahaan sudah membuka pasar baru ke Uni Emirat Arab yang sudah dimulai dari awal 2019. Hingga Desember tahun lalu penjualan ke UEA sebanyak 836 kilogram 

Selain penjualan ekspor yang menyusut, penjualan PCAR di dalam negeri turun signifikan  yang sebelumnya 14.865 kilogram di akhir September 2018 menyusut menjadi 161 kilogram. Raditya menjelaskan lebih lanjut, penjualan lokal mengalami penurunan karena turunnya minat produsen produk olahan rajungan. 

Baca Juga: Mengintip Peluang di Portofolio Saham Jiwasraya

Selain karena minat yang kurang,  Prima Cakrawala juga menghadapi sejumlah permasalahan di lini produksinya. Hingga saat ini dari tiga pabrik yang ada, hanya satu yang beroperasi yakni di Makassar. 

Adapun pabriknya di Semarang kena permasalahan izin sehingga di akhir 2018 harus ditutup, lalu di Indramayu karena banyaknya retur sehingga harus dibenahi dulu agar tidak menjadi beban tambahan bagi perusahaan. 

Terkait retur, Raditya menjelaskan ada dua kemungkinan hal ini terjadi. Pertama, bahan baku yang tidak sesuai dari standar pabrik yang masuk ke dalam line produksi di 2018. Kedua, adanya human error di bagian produksi pada 2018 meningkat perusahaan ini adalah industri padat karya. 

"Oleh karena itu, perusahaan akan lebih fokus pada produksi di pabrik Makassar saja di sepanjang tahun ini," jelasnya. 

Baca Juga: Ini prospek saham yang dimiliki Jiwasraya

Kemudian dari sisi bahan baku yakni rajungan PCAR juga mengalami hambatan karena kemarau dan gempa. Alhasil banyak nelayan tidak berani melaut. Sedangkan rajungan yang besar berada di tengah laut. Oleh karenanya volume bahan baku menjadi kurang. 

Raditya mengungkapkan tidak beroperasinya sejumlah pabrik ditambah dengan berkurangnya bahan baku membuat target utilisasi pabrik tidak tercapai. Otomatis volume produksi turun di sepanjang 2019 khususnya di Juli sampai dengan November 2019. Raditya mengungkapkan perusahaan sampai harus menolak beberapa order dari pelanggan. 

Tentu terjadinya volume penjualan yang menyusut berpengaruh pada keuangan perusahaan. Melansir laporan terakhirnya di akhir September 2019, Prima Cakrawala mencatatkan penurunan penjualan hingga 68,91% year on year (yoy)  menjadi Rp 46,3 miliar. 

Baca Juga: Belum terima audit BPK, Erick Thohir belum mau angkat bicara soal Asabri

Adapun perusahaan yang bergerak di industri rajungan ini membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk melonjak 85,7% yoy dari sebelumnya Rp 2,62 miliar di September 2018 menjadi Rp 4,88 miliar di periode yang sama di 2019.  

Sampai dengan kuartal tiga 2019 beban umum dan administrasi naik, Raditya menyatakan karena adanya peningkatan beban biaya PHK serta adanya koreksi depresiasi dan tidak melakukan amortisasi pada sejumlah beban. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×