Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan baru mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kembali menjadi sorotan. Di satu sisi, kebijakan ini digadang-gadang mampu mendorong industrialisasi dalam negeri dan memperluas peluang kerja.
Namun di sisi lain, pelaku usaha mengingatkan adanya risiko tambahan biaya, berkurangnya efisiensi, hingga potensi investor memilih hengkang.
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Subandi menilai, meski tujuan TKDN untuk memperkuat industri nasional patut diapresiasi, implementasinya di lapangan masih menimbulkan banyak catatan.
“Dari sisi persepsi pelaku usaha, aturan TKDN kerap dipandang sebagai lapisan birokrasi baru. Proses verifikasinya detail, dari bahan baku hingga tenaga kerja lokal, sehingga butuh waktu dan tenaga ekstra. Belum lagi aturan teknis yang sering berbeda antar kementerian,” ujar Subandi kepada Kontan, Jumat (12/9/2025).
Baca Juga: Kemenperin Rilis Aturan Baru TKDN, Ini Poin Perubahan dan Insentif Bagi Industri
Selain birokrasi, biaya tambahan juga menjadi keluhan. Perusahaan harus menanggung ongkos sertifikasi, audit, hingga penyesuaian rantai pasok. Bagi industri yang masih bergantung pada bahan baku impor, biaya tersebut relatif tinggi.
Proses sertifikasi juga dinilai bisa memperlambat pengadaan barang/jasa, khususnya untuk proyek pemerintah. Dampaknya, harga jual produk berpotensi naik.
"Kalau perusahaan harus memprioritaskan komponen lokal dengan harga lebih tinggi atau kualitas berbeda, otomatis biaya produksi meningkat. Ini bisa menekan daya saing produk dalam negeri,” jelas Subandi.
Meski demikian, tidak semua pelaku usaha melihat TKDN sebagai beban. Bagi perusahaan yang sudah memiliki basis produksi lokal kuat, aturan ini justru membuka peluang lebih besar untuk masuk ke pengadaan pemerintah.
Baca Juga: Aturan Baru TKDN Bikin Investor Lebih Fleksibel
Subandi menegaskan, agar manfaat TKDN bisa maksimal tanpa menimbulkan efek samping serius bagi iklim investasi, pemerintah perlu melakukan sejumlah perbaikan.
Di antaranya penyederhanaan prosedur sertifikasi menjadi one stop service, pemberian insentif fiskal atau kemudahan impor untuk bahan baku yang belum tersedia di dalam negeri, serta sosialisasi aturan secara lebih masif dan konsisten.
“Kalau ekosistem TKDN bisa dibenahi, tentu kebijakan ini akan lebih efektif dalam mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja, bukan sebaliknya,” pungkasnya.
Baca Juga: Aliansi Ekonom Indonesia Menyoroti Kebijakan TKDN, Kemenperin: Kami Sudah Evaluasi
Selanjutnya: Akhir Pekan Hujan di Mana? Simak Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok di Jabodetabek
Menarik Dibaca: Akhir Pekan Hujan di Mana? Simak Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok di Jabodetabek
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News