Reporter: Handoyo | Editor: Tedy Gumilar
JAKARTA. Skema pengurangan ekspor karet atau Supply Management Scheme (SMS) untuk mendongkrak harga karet yang saat ini terpuruk hingga US$ 1,65 per kilogram (kg) nampaknya sulit diimplementasikan. Pasalnya, selama ini beberapa negara produsen karet yang tergabung dalam ITRC International Tripartite Rubber Council (ITRC), seperti Thailand dan Malaysia kepatuhannya masih diragukan.
Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan mengatakan, implementasi skema pengurangan suplai karet tersebut dapat dilakukan dengan efektif bila memenuhi beberapa syarat. Pertama, kedisiplinan dari negara produsen untuk menahan diri tidak melakukan ekspor.
"Karena jika tidak disiplin atau ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan maka langsung tidak efektif," kata Bayu, Jumat (3/10). Ketidakpatuhan kesepakatan tersebut sudah terjadi dalam satu hingga dua tahun terakhir ini.
Kedua, pengaturan suplai dapat dilakukan di tingkat produk olahan atau penyadap. Di tingkat penyadap, penahanan suplai sulit dilakukan. Bagi penyadap, karet merupakan mata pencaharian mereka. Bila tidak menyadap maka secara otomatis mereka tidak memiliki sumber penghasilan.
Selain itu, kondisi politik di Thailand yang belum stabil turut mempengaruhi kondisi perkaretan. Karena di negeri gajah putih tersebut pemerintahannya baru saja mulai dan menata lagi pemerintahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News