Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar kelapa bulat di dalam negeri tengah mengalami tekanan akibat lonjakan harga yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Harga eceran kelapa bulat kini menembus angka Rp 25.000 per butir, jauh di atas kisaran harga normal yang selama ini berada antara Rp 10.000 per butir-Rp 15.000 per butir.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di berbagai sektor, terutama pelaku usaha kecil dan rumah tangga yang sangat bergantung pada kelapa sebagai bahan baku utama.
Melihat situasi ini, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kementerian Perdagangan, Fajarini Puntodewi, menyampaikan kebijakan ekspor kelapa bulat yang sebelumnya diwacanakan masih dalam tahap pembahasan internal di tingkat kementerian supaya tidak salah langkah.
Pemerintah berupaya menyeimbangkan antara potensi ekspor dengan kebutuhan pasokan dalam negeri yang mulai terganggu akibat meningkatnya permintaan dari luar negeri.
Baca Juga: Pasokan Tersendat, Harga Kelapa Bulat Melonjak
“Pembahasan ekspor kelapa sedang digodok, lebih lanjut. Intinya pengamanan pasar dalam negeri, kemudian mendorong ekspor. Kebijakan itu pastinya arahnya ke situ,” ujar Fajarini usai acara Gambir Trade Talk di Double Tree by Hilton Hotel Jakarta, Kamis (24/4).
Tak ketinggalan, Fajarini juga menyampaikan jika pembahasan mengenai kebijakan ekspor kelapa bulat juga harus mempertimbangkan kepentingan hulu dan hilir.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengusulkan untuk mengambil langkah moratorium ekspor kelapa bulat selama 3-6 bulan sebagai respons kelangkaan pasokan kelapa nasional.
Merespons usulan ini, Fajarini mengatakan jika Kemendag masih menunggu hasil diskusi antar pemangku kepentingan.
Baca Juga: Harga Kelapa Meroket, Kara Terpaksa Naikkan Harga Santan Kemasan
“Nanti dilihat saja lah hasilnya, karena kan itu harus memperhatikan hulu dan hilir ya. Semuanya diperhatikan. Jadi kebijakannya nanti itu pasti yang paling sesuai,” tandasnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan jika kelangkaan kelapa bulat terjadi karena sebagian besar hasil panen kelapa diekspor oleh pelaku usaha. Ia menjelaskan bahwa harga ekspor kelapa jauh lebih tinggi dibandingkan harga jual di pasar domestik.
“Harga ekspornya memang lebih tinggi daripada harga dalam negeri. Karena semua diekspor, akhirnya kelapa menjadi langka di dalam negeri,” ujar Budi di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (17/4).
Selanjutnya: BytePlus Resmi Hadir Menjajal Pasar Solusi AI dan Cloud di Indonesia
Menarik Dibaca: BD & RDK Dharmais Sediakan Skrining Kanker Serviks Metode Pengambilan Sampel Mandiri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News