Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menutup keran impor garam pada tahun 2027 masih menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan pasokan dari dalam negeri.
Salah satu yang membutuhkan garam industri dalam jumlah besar adalah sektor kimia, khususnya untuk pabrik chlor alkali.
Sekretaris Jenderal Indonesia Olefin, Aromatic and Plastic Industry Association (Inaplas) Fajar Budiyono mengungkapkan saat ini kebutuhan garam industri untuk memasok pabrik chlor alkali mencapai sekitar 2 juta ton per tahun.
Dua pabrik chlor alkali besar dimiliki oleh Sulfindo Adiusaha dan Asahimas Chemical.
Baca Juga: SNI Lama Pipa PE Dihapus, INAPLAS Prediksi Kualitas Pipa Nasional Meningkat
Fajar memprediksi kebutuhan garam industri untuk chlor alkali akan menembus sekitar 3 juta ton mulai tahun 2027 atau 2028.
Lonjakan kebutuhan garam industri ini sejalan dengan pembangunan pabrik yang sedang dilakukan oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA).
Sayangnya, saat ini pasokan garam industri sepenuhnya masih tergantung pada impor, terutama dari Australia.
Fajar meminta jika produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan industri pada tahun 2027, maka perlu ada relaksasi impor agar aktivitas industri tidak terganggu.
"Prinsipnya kami mendukung target swasembada garam. Tapi, swasembadanya itu sampai dimana? apakah bisa mencukupi kebutuhan 3 juta ton tadi? kalau belum, maka perlu diatur, relaksasi sampai nanti kebutuhan garam industri bisa tercukupi dari dalam negeri," ujar Fajar saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (16/11/2025).
Sekadar mengingatkan, target swasembada garam tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Peragaraman Nasional.
Baca Juga: INAPLAS: Deregulasi Impor Harus Diiringi Perlindungan Industri Hulu dan Intermediate
Dalam beleid yang terbit pada 27 Maret 2025 ini, pemerintah menargetkan pemenuhan kebutuhan garam nasional harus dipenuhi dari produksi dalam negeri oleh petambak garam dan badan usaha paling lambat 31 Desember 2027.
Menurut Fajar, pemenuhan swasembada garam untuk kebutuhan konsumsi lebih memungkinkan tercapai. Tapi untuk garam industri, produksi garam lokal harus mampu memenuhi standar kualitas, volume, serta harga yang masuk dalam keekonomian pelaku usaha.
Fajar membeberkan, kualitas garam industri mesti memenuhi kadar kemurnian 99,8%. Secara volume, pengiriman garam industri umumnya mencapai 50.000 ton dalam sekali angkut. Dus, perlu ada kesiapan dari sisi infrastruktur pelabuhan.
Supaya bisa memenuhi kebutuhan garam industri sebanyak 3 juta ton, Fajar memperkirakan butuh lahan produksi sekitar 70.000 - 100.000 hektare. "Nah, ini bisa nggak dalam waktu dua tahun menyiapkan itu?" ujar Fajar.
Baca Juga: Industri Farmasi Wanti-Wanti Dampak Setop Impor Garam
Dia melanjutkan, wilayah untuk produksi garam industri juga memerlukan kriteria tersendir, terutama mempertimbangkan kadar garam yang tinggi serta cuaca dengan paparan panas yang mencukupi.
Dus, Fajar mengatakan wilayah yang paling cocok untuk memproduksi garam industri adalah Indonesia timur bagian selatan.
"Spesifik sudah mengarah ke sana, tinggal investasinya saja (membangun infrastruktur) sekali angkut 50.000 ton. Lebih mudah, daripada ambil dari Australia. Kalau ini kan lebih dekat," imbuh Fajar.
Fajar berharap, target pemerintah untuk mencapai swasembada garam dan menyetop impor garam pada tahun 2027 tidak mengganggu kinerja industri.
Apalagi, bahan yang dihasilkan oleh industri kimia akan terkait dengan industri lainnya seperti plastik, kertas, tekstil, hingga smelter.
Baca Juga: Industri Farmasi Khawatir: Stop Impor Garam Ancam Obat 2025
"Pemerintah harus mengatur dengan baik dan benar, mana yang harus dijaga, mana yang harus diberi relaksasi. Kalau di garam konsumsi silakan, mungkin sudah nggak ada masalah. Tapi kalau garam industri, jangan sampai terganggu karena turunannya banyak banget," tandas Fajar.
Selanjutnya: Kecukupan Modal Bank KBMI III Melaju, Ini Peluang yang Terbuka
Menarik Dibaca: Apakah Timun Bisa Menurunkan Kolesterol Tinggi atau Tidak? Ini Jawabannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













