kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri cemas larangan minuman beralkohol berlaku


Senin, 13 April 2015 / 21:39 WIB
Industri cemas larangan minuman beralkohol berlaku
Aktivitas di pabrik Sido Muncul. Daya beli dan cuaca ganggu kinerja SIDO.


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket sepertinya menjadi momok bagi produsen global seperti Heineken dan Diageo's Guinness. Mengutip Financial Times, (13/4), kebijakan yang diberlakukan pada 16 April lalu itu bakal memangkas penjualan keduanya.

Tidak tanggung-tanggung, kebijakan itu diprediksi dapat menekan penjualan bir hingga 50%, yang mana ada produk Heineken dan Guinness di dalam angka tersebut. Wajar juga jika Heineken dan Diageo kelimpungan dengan pemberlakuan kebijakan ini.

Analis Credit Suisse, Sanjet Aujla juga menjelaskan, penjualan dua produk itu kontribusinya memang kecil, hanya sekitar 2% terhadap induk masing-masing perusahaan. "Tapi, pertumbuhan penjualan di Indonesia justru menjadi yang paling moncer, sekitar 5% hingga 6% setiap tahun sebelum kebijakan ini diberlakukan," tambahnya.

Indonesia juga sejatinya menjadi harapan baru bagi para produsen tersebut. Sebab, penjualan bir di negara lain sebelumnya telah mengalami penurunan. Misal, di China. Penjualan minuman alkohol seperti cognac, wiski, Pernod Ricard, dan Remy Cointreau anjlok dalam.

Hal ini dipicu oleh kebijakan pemerintah China yang melakukan pengetatan anggaran. Kebijakan tersebut membuat orang yang makan di luar menjadi lebih sedikit sehingga permintaan bir ikut menurun.

Pasar China tertekan, dan sekarang kondisi yang tidak lebih baik juga terjadi di Indonesia. Kebijakan ini sejatinya bertujuan baik, salah satunya untuk menurunkan konsumsi alkohol di bawah umur.

Tapi di sisi lain, kebijakan tersebut juga memberikan efek berantai yang cukup luas. Pertama, jelas pendapatan minimarket bakal ikut tertekan karena mereka dilarang menjual produk ini.

"Dari laporan sementara, ada penurunan permintaan dari minimarket, tapi persentasenya berapa belum tahu persis," ujar Presiden Komisaris PT Multi Bintang Indonesia Tbk, Cosmas Batubara kepada KONTAN, (13/4).

Hal ini sejalan dengan penuturan Sanjet. Pelarangan itu bakal memberikan dampak negatif untuk 55.000 minimarket yang tersebar di seluruh Indonesia. Tidak berhenti sampai di situ, pelarangan itu juga menimbulkan citra negatif di mata investor dan akan berdampak buruk bagi pariwisata, khususnya di Bali, Jakarta dan lokasi pariwisata lainnya.

Kebijakan ini juga dinilai tidak tepat. Pelarangan tersebut dirasakan kurang efektif untuk menekan konsumsi alkohol bagi kalangan di bawah umur. Karena menurut produsen alkohol asal London, Johnnie Walker dan Smirnoff, distribusi minuman alkohol hingga sampai ke tangan konsumen tidak hanya dari minimarket tapi justru besar dari supermarket-supermarket besar.

Manajemen Diageo juga menilai hal senada. Bahkan, pihaknya telah mengambil langkah yang lebih konkrit, dengan meminta pemerintah Indonesia melakukan penundaan kebijakan itu untuk 12 bulan ke depan.

Klasifikasi pelarangan penjualan juga seharusnya dibuat lebih spesifik, misalnya untuk penjualan alkohol di atas 5%. "Sehingga, solusi terbaik antara produsen dan pihak pemerintah bisa tercapai," tulis manajemen Diageo.

Selaku pemain lokal, Multi Bintang juga berharap pemerintah bisa memberikan keputusan yang tidak memberikan kerugian besar bagi salah satu pihak. Menurut Cosmas, kebijakan ini sejatinya memang telah diatur jelas dalam Peraturan Presiden dan Permendag Tahun 2014.

"Kalau bisa, kalau bisa biar kedua pengaturan tersebut disosialisasikan supaya generasi muda, di bawah 21 tahun benar-benar paham dengan larangan konsumsi minuman beralkohol," pungkas Cosmas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×