kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.765   92,00   0,55%
  • IDX 6.749   26,11   0,39%
  • KOMPAS100 973   5,13   0,53%
  • LQ45 757   3,47   0,46%
  • ISSI 214   1,25   0,59%
  • IDX30 393   1,62   0,42%
  • IDXHIDIV20 470   -0,32   -0,07%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   -0,27   -0,24%
  • IDXQ30 129   0,23   0,18%

Industri Mebel Terpukul, HIMKI Desak Revisi Aturan Karantina Produk Jadi


Selasa, 29 April 2025 / 18:18 WIB
Industri Mebel Terpukul, HIMKI Desak Revisi Aturan Karantina Produk Jadi
ILUSTRASI. HIMKI secara tegas menolak pemberlakuan Peraturan Badan Karantina Indonesia Nomor 5 Tahun 2025. ANTARA FOTO/Maulana Surya/Spt. *** Local Caption ***


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) secara tegas menolak pemberlakuan Peraturan Badan Karantina Indonesia Nomor 5 Tahun 2025.

Aturan ini dinilai menghambat ekspor, membebani pelaku usaha, dan melemahkan daya saing produk nasional di pasar global.

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur menyebutkan, peraturan tersebut justru bertentangan dengan semangat pemerintah dalam mempercepat ekspor industri kreatif.

Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump akan Berdampak bagi Industri Mebel Tanah Air

“Kami mempertanyakan dasar penyusunan aturan ini, yang tidak memperhatikan karakteristik industri mebel dan kerajinan. Mayoritas pelaku di sektor ini adalah UMKM yang menggunakan bahan alami, bukan komoditas mentah yang berisiko tinggi secara karantina,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (29/4).

HIMKI Soroti Sejumlah Dampak Negatif

HIMKI menilai penerapan peraturan ini membawa konsekuensi serius bagi industri mebel dan kerajinan, di antaranya:

  1. Biaya produksi meningkat akibat kewajiban sertifikasi karantina terhadap barang jadi yang sudah melalui proses manufaktur.
  2. Gangguan logistik ekspor, yang memicu keterlambatan pengiriman ke pembeli luar negeri.
  3. Daya saing melemah, terutama dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina yang lebih progresif dalam menyederhanakan prosedur ekspor.
  4. Risiko kehilangan kontrak ekspor karena ketidakpastian prosedur dan lead time.

Baca Juga: Industri Mebel Terancam, HIMKI Minta Kebijakan DHE 100% Dievaluasi

HIMKI juga menilai aturan ini tidak adil karena menyamakan produk industri kreatif yang telah diproses (finished goods) dengan bahan mentah, sehingga berpotensi menurunkan kontribusi sektor ini terhadap ekspor ekonomi kreatif nasional.

HIMKI Desak Pemerintah Tinjau Ulang

Atas dasar tersebut, HIMKI mendesak pemerintah untuk:

  1. Menunda implementasi Peraturan No. 5 Tahun 2025 hingga dilakukan revisi bersama pemangku kepentingan industri.
  2. Mengecualikan produk jadi dari kewajiban pemeriksaan fisik karantina.
  3. Menyusun regulasi yang mendukung kemudahan ekspor sektor mebel dan kerajinan.
  4. Melakukan koordinasi lintas kementerian agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.

Baca Juga: Hadapi Kebijakan Tarif Baru Trump, HIMKI Fokus Kurangi Ketergantungan Ekspor ke AS

“Keberhasilan ekspor Indonesia tak cukup hanya lewat promosi atau pameran. Dibutuhkan regulasi yang konsisten, sinkron, dan berpihak pada pelaku usaha,” tegas Sobur.

Sebagai catatan, Peraturan Badan Karantina Indonesia No. 5 Tahun 2025 merupakan perubahan dari Peraturan No. 1 Tahun 2024, yang memperluas daftar komoditas wajib karantina hewan, ikan, dan tumbuhan—termasuk produk mebel dan kerajinan berbahan alami.

Selanjutnya: Matahari Department Store Cetak Kinerja Apik pada Kuartal I-2025

Menarik Dibaca: Ketika BaZi Menjadi Alat Baca Diri di Era Sains dan Teknologi, Ini Penjelasannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×