kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini reaksi pengusaha sawit terkait tudingan Mendag


Jumat, 11 Maret 2016 / 13:52 WIB
Ini reaksi pengusaha sawit terkait tudingan Mendag


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Sejumlah perusahaan sawit memilih irit bicara menanggapi tudingan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong. Lembong menuding, pelaku usaha sawit malas mempromosikan sawit ramah lingkungan di luar negeri, sehingga masyarakat internasional, terutama Eropa masih menilai sawit sebagai produk tidak ramah lingkungan.

Corporate Affairs PT Musim Mas Group Togar Sitanggang mengaku heran terkait tudingan Mendag. "Kok Pak Tom bisa ngomong begitu ya," ujarnya, Jumat (11/3).

Kendati begitu, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) ini menolak menjawab tudingan tersebut. Namun, ia mempertanyakan posisi pemerintah terkait promosi sawit ramah lingkungan di pasar internasional. "Dimana posisi pemerintah selama bertahun-tahun sawit di-bully di pasar internasional," ujarnya.

Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) Agus Purnomo juga enggan menanggapinya. Sebab, ia mengaku belum mengetahui pasti apakah SMART menjual crude palm oil (CPO) ke Uni Eropa, khususnya Prancis, yang belakangan ini bersiap menerapkan pajak progresif untuk produk CPO. "Saya harus cek ke bagian trading kami, sepertinya tidak ekspor langsung," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (10/3).

Sementara, Corporate Affairs Communication Cargill Indonesia Arif Susanto mengaku, selama ini, Cargil tidak mengekspor CPO ke Prancis. Kendati begitu, ia menilai, pembatasan mekanisme perdagangan dapat memberikan dampak negatif dalam jangka panjang atas ketahanan pangan global. "Petani di negara-negara pengekspor hasil perkebunan akan menderita karena pembatasan perdagnagan," ujarnya.

Kebijakan Pemerintah Prancis menerapkan pajak progresif untuk produk CPO dinilai dapat melemahkan upaya-upaya petani untuk meningkatkan produktivitas dan dapat menyebabkan ketidakefisienan. "Serta kurangnya usaha-usaha produksi berkesinambungan," terang Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×