kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.267.000   -15.000   -0,66%
  • USD/IDR 16.638   8,00   0,05%
  • IDX 8.166   73,60   0,91%
  • KOMPAS100 1.140   14,92   1,33%
  • LQ45 837   14,10   1,71%
  • ISSI 284   1,36   0,48%
  • IDX30 440   7,08   1,63%
  • IDXHIDIV20 508   9,69   1,94%
  • IDX80 129   2,21   1,75%
  • IDXV30 138   1,87   1,37%
  • IDXQ30 140   1,63   1,17%

Industri Sawit Bersiap Hadapi Aturan EUDR, Gapki: Ada Masa Transisi


Rabu, 29 Oktober 2025 / 14:02 WIB
Diperbarui Rabu, 29 Oktober 2025 / 14:03 WIB
Industri Sawit Bersiap Hadapi Aturan EUDR, Gapki: Ada Masa Transisi
ILUSTRASI. Pelaku industri kelapa sawit nasional tengah bersiap menghadapi penerapan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang mulai berlaku di Uni Eropa.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri kelapa sawit nasional tengah bersiap menghadapi penerapan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang mulai berlaku di Uni Eropa. Aturan ini berpotensi mempengaruhi kinerja ekspor crude palm oil (CPO) Indonesia ke kawasan tersebut.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai, implementasi regulasi ini tetap akan berjalan, namun dengan masa transisi. Pemerintah Uni Eropa memberikan waktu penyesuaian berbeda antara perusahaan besar dan petani.

“Diberikan jangka waktu, artinya tidak langsung diberlakukan secara ketat. Untuk perusahaan diberikan waktu enam bulan, sedangkan bagi petani atau UMKM hingga satu tahun,” ujar Eddy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Baca Juga: GAPKI Optimistis Ekspor Sawit ke AS Tak Tergerus Kebijakan Bebas Bea Masuk Trump

Menurut Eddy, sebagian besar perusahaan sawit di Indonesia sudah siap menghadapi aturan ini, lantaran mayoritas anggota Gapki tidak lagi membuka lahan baru setelah 31 Desember 2020—batas waktu yang digunakan Uni Eropa dalam klasifikasi deforestasi.

“Rata-rata anggota Gapki tidak ada pembukaan lahan baru setelah 31 Desember 2020. Di atas tanggal itu sudah dianggap deforestasi,” jelasnya.

Namun, tantangan terbesar datang dari sisi petani. Hingga kini, belum ada mekanisme pengawasan yang ketat terhadap praktik pembukaan lahan dan panen di luar kawasan hutan.

“Mereka bisa kapan saja membuka lahan, kecuali di kawasan hutan. Kalau areal milik sendiri, masih diperbolehkan oleh pemerintah,” kata Eddy.

Eddy menegaskan, kalangan pengusaha sebenarnya telah mengikuti aturan terkait larangan pembukaan hutan alam primer dan lahan gambut sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2019. Namun, pelaku usaha tidak memiliki kewenangan untuk menolak hasil panen dari petani mitra.

“Masalahnya, perusahaan tidak bisa menolak buah dari petani, terutama yang sudah menjadi mitra. Padahal pelaksanaan EUDR ini mencakup seluruh rantai pasok, bukan hanya perusahaan, tapi juga petani,” imbuhnya.

Baca Juga: GAPKI Proyeksikan Kenaikan Harga CPO Imbas Implementasi B50

Selanjutnya: Bank Victoria International (BVIC) Cetak Laba Rp127,78 Miliar per Kuartal III 2025

Menarik Dibaca: Cek 6 Rekomendasi Film Horor Indie Netflix Terbaik Ini, Berani Nonton?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×